Photobucket

Rabu, 02 Maret 2011

MISTERI KISAH PEMILIK UANG BALIK

Seorang
wanita
cantik
memberinya
selembar
uang
Rp.
50.000.
Ternyata,
ini
adalah
uang
siluman,
atau yang kemudian dikenal
dengan nama Uang Balik.
Uang inilah yang pada
akhirnya membuatnya kaya
raya. Lantas, apa yang
kemudian terjadi….
Sebut saja lelaki yang sejatinya
berwajah tampan itu dengan
nama Danu. Penulis
mengenalnya berkat jasa
seorang teman, yang kebetulan
juga temannya Danu. Seperti
penuturan sohib Penulis itu,
Danu memiliki kisah perjalanan
hidup yang sangat mencekam.
Seperti apa? Danu membeberkan
kesaksiannya. Berikut ini kami
jalinkan kisahnya untuk Anda…:
Malam itu, entah malam yang ke
berapa kalinya aku dan isteriku
harus tidur dengan menahan
lapar. Maklumlah, pekerjaanku
yang hanya sebagai pengepul
barang rongsokan kelas teri,
yang setiap hari keliling dari
kampung ke kampung dengan
sepeda butut, memang tidak
menentu pendapatannya.
Hampir setiap hari, kami hanya
bisa makan dua piring nasi
dengan sayur bening dan
secobek sambal terasi. Kalau
kebetulan dapat rezeki agak
lumayan, barulah kami bisa
makan dengan ikan goreng atau
telur asin.
Kebetulan, siang hari tadi hujan
turun lebat sekali, sehingga aku
tidak bisa leluasa melakukan
aktivitasku keliling kampung
membeli koran atau botol-botol
bekas. Alhasil, tak ada kelebihan
uang yang bisa kubawa pulang,
kecuali rasa letih dan kepala
yang pusing akibat kehujanan
hampir seharian.
Selepas sholat Isya, aku dan
isteriku hanya makan sisa sayur
asam yang tinggal airnya saja.
Nasi pun hanya tinggal sepiring,
dan kami makan bersama. Walau
begitu, aku masih tetap merasa
beruntung. Meski kehidupan
ekonomiku carut-marut, isteriku
tetap setia mendampingku. Dia
juga termasuk seorang yang
tekun dalam beribadah.
Ternyata aku tidak salah memilih
Kartika sebagai pendamping
hidupku. Dia tak hanya cantik
dan salehah, namun dia juga
isteri yang sangat sabar dalam
menghadapi segala cobaan.
Namun, cintanya yang tulus ini
membuatku merasa bersalah,
sebab aku tdak bisa
membahagiakan Kartika.
Jangankan memberinya harta
yang berlimpah, untuk memberi
kehidupan yang layak saja aku
tidak bisa melakukannya.
Sungguh, bila ingat semua itu,
tak terasa air mataku menetes.
Aku merasa telah menjadi lelaki
tak berguna. Nasib buruk
sepertinya telah menjadi bagian
dalam hidupku. Bukannya aku
pemalas atau tidak mau bekerja
keras. Aku sudah berusaha
dengan sungguh-sungguh dalam
mencari rezeki. Tapi tetap saja
hasilnya pas-pasan.
“ Tika, sampai kapan hidup kita
akan begini terus?” cetusku
sambil memandangi wajahnya
yang ayu.
“ Sabar ya, Mas. Mungkin ini
cobaan dari Allah!” jawabnya
singkat.
“ Coba kalau dulu aku sekolah
sampai sarjana, pasti hidup kita
tidak akan susah begini, ” kataku,
menggerutu.
“ Sudahlah, jangan menyalahkan
keadaan, tidak baik terus-
menerus mengeluh !” timpalnya
dengan bijak.
Kartika, atau biasa aku
memanggilnya Tika, memang
selalu menjadi sumber
pencerahan batin bagiku. Dia
adalah apu semangat hidupku
dalam mengarungi kehidupan di
dunia ini. Setiap kali aku merasa
putus asa, setiap kali aku
terjatuh, maka dia selalu ada dan
menjadi malaikat yang seolah
tak pernah bosan mengulurkan
tangannya untukku. Rasanya
berdosa sekali bila aku
menyatikinya.
Suatu malam, aku duduk
menyendiri di bibir sumur tua
yang sudah tak terpakai lagi.
Jaraknya sekitar 50 meter dari
belakang rumahku. Waktu itu,
hatiku memang sedang galau
memikirkan kenyataan hidup
yang kualami. Sambil
membiarkan lamunanku
berkelana entah kemana, mataku
seakan tak berkedip
memandang langit yang penuh
dengan taburan bintang.
Apalagi, malam itu bulan sedang
purnama. Sinarnya yang terang
menjadi mahkota di malam nan
sunyi itu.
Entah pukul berapa, aku tak
tahu, sebab aku memang tak
pernah memiliki jam tangan
yang bagiku adalah sebuah
barang mewah. Yang pasti,
malam itu suasana sudah sangat
sepi. Tak ada suara pun orang
lewat. Bahkan suara jangkrik
pun seolah tidak terdengar. Ya,
malam yang hening. Rasa dingin
mulai menyelimuti tubuhku.
Ketika menyadari kesendirianku
yang sedemikian sempurna,
tiba-tiba aku merasa takut sekali.
Entah kenapa? Bulu kudukku
mendadak merinding. Aku
bergegas bangkit dari tempat
itu. Namun, tiba-tiba aku
tersentak kaget.
“ Jangan pergi dari sini, kalau
kamu ingin hidup kaya!”
Demikian kata satu suara yang
tidak berwujud, yang
membuatku kaget setengah
mati.
Aku celingukkan, mencoba
mencari sumber siapa pemilik
suara itu. Tapi, jangankan
orangnya, bayangannya pun
aku tidak melihatnya.
“ Siapa kau ini?” tanyaku, dengan
bulu kuduk semakin berdiri
meremang.
“ Kembalilah duduk di bibir
sumur ini, Sayang!” suara iu
kembali terdengar. Astaga! Aku
baru menyadari kalau suadara
itu terdengar lembut sekali. Ya,
suara seorang wanita. Tapi,
siapa dia? Mengapa ada wanita
tengah malam begini?
“Jangan takut. Aku tidak akan
menyakitimu. Duduklah kembali
di bibir sumur ini, Sayang !”
katanya lagi.
Entah mengapa, sekali ini aku
menuruti perintahnya.
“ Lihatlah ke dalam sumur dan
tolong keluarkan aku dari dalam
sumur ini, ” pinta suara itu
dengan nada lembut penuh
permohonan.
Seperti terhipnotis, aku langsung
melolong ke dalam sumur. Aneh
bin ajaib! Di dalam sumur yang
sudah tidak terpakai selama
bertahun-tahun ternyata
memang ada seorang
perempuan. Dengan sigap aku
kemudian berusaha
mengeluarkan wanita cantik itu.
Anehnya, saat itu, entah
mengapa rasa takut yang tadi
menyergap batinku telah hilang
entah kemana. Bahkan, demi
melihat kecantikan wanita itu,
rasa takutku malah berubah
menjadi rasa cinta dan sayang.
Padahal, jelas aku tidak pernah
mengenal, atau melihat wanita
itu sebelumnya.
Kejadian selanjutnya sungguh
terjadi di luar akal sehat. Nafsu
birahiku tiba-tiba bergejolak
saat melihat paha wanita itu
tersingkap karena tertitup angin
malam. Dan entah siapa yang
memulai, tiba-tiba aku sudah
bergumulnya. Ya, kami bercinta
seperti laiknya sepasang kekasih
yang dimabuk asmara setelah
sekian lama tidak saling bersua.
Apa yang terjadi detik
selanjutnya?
Aku terkulai lemas setelah
menyemprotkan magma
kenikmatan pada sesosok
wanita cnatik tersebut. Entah
berapa lama kami bercumbu.
Yang pasti, sebelum pergi,
wanita cantk itu memberikan
selembar uang lima puluh ribuan
rupiah padaku sambil berkata,
“ Uang ini sebagai awal dari
kekayaanmu, Sayang!” Setelah
itu dia pergi, dan bayangannya
pun lenyap di telan gelap malam
di ambang subuh.
Aku tertegun dan bingung. Aku
sulit mempercayai apa yang
barusan terjadi. Kuraba saku
bajuku, ternyata selembar uang
lima puluh ribuan rupiah itu
benar-benar ada ….
Pagi hari setelah kejadian ini,
kepada Kartika aku pamit
mencari rongsokan seperti
biasanya. Tapi sebenarnya aku
tidak mencari rongsokan. Aku
masih bingung dan cemas bila
teringat kejadian semalam.
“ Apa sebenarnya maksud uang
ini?” batinku sambil memegang
uang Rp. 50.000 pemberi wanita
misterius itu.
Meski pada awalnya sekedar
mencoba-coba, akhirnya
kubelanjarkan uang itu ke
sebuah warung. Aku membeli
beras, minyak goreng, telur dan
beberapa makanan ringan untuk
camilan isteriku. Setelah
dihitung, jumlah belanjaanku Rp.
42.000. Jadi, aku masih
menerima kembalian Rp. 8000
Sesampainya di rumah, bukan
main senangnya isteriku. Dia
menyambutku dengan rasa
syukur.
“ Alhamdulillah, akhirnya Mas
Danu dapat rezeki kan?” ycap
Kartika, memanjatkan rasa
syukurnya.
Aku tersenyum, pura-pura ikut
mengucapkan syukur. Dalam hati
aku tetap berniat akan berusaha
untuk menjaga rahasia ini.
Setelah menyerahkan belanjaan
itu kepada Kartika, aku bergegas
mandi. Saat kulepas bajuku, tiba-
tiba uang Rp. 50.000 ribuan
jatuh dari saku saku bajuku. Aku
terpana dibuatnya. Aneh,
bukankah uang itu sudah habis
kubelanjakan? Lantas, kenapa
bisa balik lagi ke saku bajuku?
Lambat laun akhirnya aku mulai
menyadari bahwa uang Rp.
50.000 pemberian makhluk
misterius itu memang bukanlah
sembarang uang. Mungkin, ini
adalah uang siluman? Atau
mungkin pula ini yang
dinakaman Uang Balik?
Pada awalnya, batinku gelisah
karena kenyataan ini. Namun
celakanya, lambat laun aku
malah menikmati keanehan ini.
Mungkin, karena semakin hari
uangku semakin banyak.
Bayangkan saja, setiap kali aku
belanja uangku pasti kembali
utuh. Bukan hanya barang yang
kubeli yang kuterima, tapi
sekaligus juga uang
kembaliannya.
Untuk menghindari kecurigaan
isteriku, aku berdalih bisnis
barang antik dengan orang
kaya. Karena ketulusan cintanya,
isteriku percaya saja dengan
kebohonganku.
Berkat Uang Balik itu, dalam
waktu yang tidak terlalu lama,
aku mampu membeli rumah,
sawah, dan beberapa areal
tanah yang cukup luas.
Pekarangan yang luas tersebut
aku kapling-kapling menjadi
rumah, kemudian aku jual
perunit. Maka jangan heran bila
akhirnya aku mampu membeli
mobil, juga rumah mewah
beserta isinya.
Tahukah, ada satu hal yang
harus kulakukan untuk
mempertahankan kekayaan
yang kumiliki. Setiap malam
Jum ’at Legi, aku harus melayani
isteri gaibku yang bersemayam
di sumur tua belakang rumah
kami. Isteri gelapku ini bernama
Puteri Sanca. Dia berasal dari
bangsa lelembut. Dari Puteri
Sanca tersebut kekayaanku
bersumber.
Sampai sejauh ini Kartika,
isteriku, tidak pernah tahu sepak
terjangku. Dalam hati,
sebenarnya aku merasa berdosa.
Tapi biarlah semua ini menjadi
rahasia hidupku.
Terlepas dari semua itu, setiap
toko atau warung yang baru
aku beli, entah itu beli semen,
emas atau apa saja, uang dariku
pasti hilang tak berbekas. Dan
uang itu sebenarnya tidak
hilang, tapi uang itu kembali
padaku. Memang, banyak orang
yang curiga padaku, tapi mereka
tidak bisa membuktikan
kecurigaannya itu. Apalagi aku
selalu berbuat amal baik dengan
membagi-bagikan sembako.
Terutama setiap menjelang
lebaran dan menjelang
Ramadhan.
Aku juga selalu menyantuni
anak-anak yatim piatu. Jadi,
sepertinya aku bersih di mata
masyarakat sekitar. Seiring
dengan itu, kekayaanku semakin
melimpah ruah. Dan yang
membuatku bahagia Kartika,
isteriku, bisa tersenyum senang
dan hidup mewah.
Di luar sepengetahuanku,
rupanya secara diam-diam ada
orang yang merasa tertipu oleh
ulahku mencari orang pintarl
Akhirnya, orang itu menemukan
penangkalnya. Dan orang ini
memberikan rahasia penangkal
ini kepada pemilik warung atau
toko yang lainnya.
Apa yang kemudian terjadi?
Entah bagaimana, setiap aku
membeli sesuatu, uangku tidak
kembali lagi seperti biasanya.
Bahkan uangku yang kusimpan
dibrangkas, tiba-tiba lenyap
tanpa sebab. Karena itulah,
dalam waktu singkat, hartaku
mulai menipis. Aku benar-benar
shock dengan kenyataan ini.
Sementara itu, tanpa kuduga
isteriku juga mulai curiga
dengan sepak terjangku. Dia
berusaha menyadarkanku, tapi
aku menangkisnya dengan kera.
“ Aku tidak sudi Mas mencari
harta dengan bersekutu dengan
setan. Itu namanya murtad,
Mas !” kata isteriku, suatu malam.
Baru kali ini kulihat dia berkata
keras seperti itu kepadaku.
Bukannya insyaf, aku malah
menendang dan menamparnya.
Aku benar-benar berubah
beringas, terlebih setelah tahu
kalau isteriku ternyata mencari
orang pintar dan menyuruh
orang untuk menguburkan
uangku di kuburan.
Setelah mengetahui perbuatan
Kartika ini, dengan kejam
kuinjak-injak tubuhnya. Untung
para tetangga segera
menolongnya. Kalau tidak,
mungkin aku telah membunuh
isteriku sendiri.
Dengan kalap aku berlari menuju
sumur tua tempat puteri Sanca.
Aku berteriak-teriak memanggil
namanya. “Keluar puteri Sanca!
Tolong aku. Beri aku uang. Aku
tidak ingin jatuh miskin, aku
tidak ingin jadi kere !” Pintaku
menghiba.
Tiba-tiba dari dalam sumur tua
tersebut keluar seorang nenek
renta berbaju compang-camping
dan berbau anyir. Orang-orang
yang melihatnya pada muntah
dan menutup hidungnya.
“ Pergi kamu nenek busuk! Aku
mau puteri Sanca, bukan kamu!”
bentakku setelah meludah
karena rasa jijik.
Nenek itu tertawa
menyeramkan. “Puteri Sanca itu
ya aku. Ayo sini. Kamu telah
melanggar kesepakatan, sudah
dua malam Jum ’at, kamu tidak
memenuhi hasrat birahiku!”
ucapnya sambil berusaha
menyeretku ke dalam sumur tua.
Melihat itu, isteriku berusaha
meraih tanganku. Aku sendiri
terus meronta melakukan
perlawanan.
“Kartika toloong aku…tolong
aku!” pintaku setengah putus
asa. Percuma saja, puteri Sanca
yang ternyata siluman tua renta
berhasil menyeretku masuk ke
dalam sumur.
Kudengar saat-saat terakhir
isteri berteriak pilu memanggil
namaku. Dan suara isteriku itu
rasanya begitu nyeri terdengar
di telingaku. Selanjutnya aku
tidak mendengar apa-apa lagi.
Pandanganku jadi gelap dan
pekat ….
Saat siuman, kudapati diriku
berada di ruang perawatan
sebuah rumah sakit. Sekujur
tubuhku terasa nyeri. Namun,
rasa nyeri itu seakan lenyap saat
kulihat Kartika menatapku
dengan senyum, walau kulihat
matanya bengkak dan merah.
“ Apa yang terjadi denganku,
Tika?” tanyaku.
Kartika tak menjawab. Dia
berusaha menenangkanku,. Di
saat yang sama, baru kusadari
kalau di dalam ruangan itu ada
juga ayah dan ibuku, kedua
mertuaku, juga seorang lelaki
tua bersorban putih, yang
belakangan kuketahui namanya
sebagai Kyai Abdullah (samaran).
Nah, Kyai Abdullah inilah yang
kini membimbing pertobatanku.
Belakangan aku tahu kalau pada
hari itu, aku benar-benar jatuh
ke dalam sumur tua tersebut.
Untunglah para tetangga
menyelamatkanku, walau
beberapa persendianku
dinyatakan patah oleh dokter.
Kini, aku telah sembuh dan sehat
wal ’afiat. Satu hal yang paling
kusyukuri, Allah SWT masih
memberiku panjang umur,
sehingga aku bisa melakukan
tobatan nasuha. Walau
kekayaanku telah habis, namun
aku bersyukur sebab masih
memiliki Iman Islam. Dan, aku
juga masih bisa merasa bangga
sebab memiliki isteri salehah
seperti Kartika.
Dengan sedikit sisa uang yang
ada, Kartika kini membuka
sebuah warung kecil-kecilan,
sedangkan aku tinggal di
pesentran milik Kyai Abdullah.
Entah untuk berapa lama lagi ….
Source Info Pesugihan
By Majalah Misteri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar