Photobucket

Selasa, 22 Februari 2011

TERDAMPAR DI KERAJAAN DEDEMIT LAUT SELATAN

Petualangan di pantai Bandealit
yang angker itu benar-benar
membuatnya jera. Dia terjebak di
sebuah kerajaan gaib yang
dihuni oleh wanita-wanita
sangat cantik. Siapa mereka
sebenarnya…?
Namaku Hengki, usia 25 tahun.
Salah satu kegemaranku adalah
jalan-jalan menikmati keindahan
alam, baik itu pegunungan
maupun pantai. Sudah banyak
tempat yang kukunjungi.
Bahkan, sejumlah gunung di
Jawa, seperti Gunung Semeru
dan Bromo telah aku jelajahi.
Demikian pula beberapa
kawasan pantai yang legendaris
pernah kujamah dengan
tanganku.
Rasanya ada kepuasan
tersendiri yang tidak bisa
kujelaskan dengan kata-kata.
Dengan kegemaranku
bertravelling telah banyak
memberiku pengalaman baru,
teman-teman baru, dan harapan-
harapan baru. Tapi, aku tidak
sendirian melakukan semua itu.
Ada 8 orang teman yang selalu
bersama dan kompak dalam
mewujudkan kegemaran
tersebut.
Umumnya, kami melakukan
pendakian ke gunung, atau
berkemah di sekitar pantai.
Kegiatan ini terutama sekali
kami lakukan saat kami liburan
kuliah. Maklum, semua gengku
adalah mahasiswa yang kuliah di
berbagai perguruan tinggi. Ada
yang kuliah di ITN Malang, ITS
Surabaya, UMM Malang, Unesa
Surabaya, dan aku sendiri di STIE
Mandala Jember.
Suatu kali, kami mengadakan
plesir ke pantai Bandealit.
Hampir semua orang tahu, kalau
pantai yang satu ini masih
perawan dan penuh dengan
misteri. Disamping jarang
dirambah orang, pantai
Bandealit beserta hutannya
dihuni oleh manusia-manusia
kerdil yang sulit dilacak
keberadaannya, juga binatang
buas masih banyak yang
berkeliaran.
Sebagai orang-orang yang masih
berjiwa muda, kami tertantang
untuk menaklukkan keganasan
pantai Bandealit. Dengan diantar
beberapa petugas dari Perum
Perhutani, kami menelusuri
hutan yang masih perawan
lewat jalan setapak. Hutan
lindung ini ternyata memang
benar-benar sangat lebat dan
belum terjamah oleh tangan-
tangan kotor.
Bunga anggrek banyak
bertebaran di atas batu, pohon,
dan di lereng-lereng bukit
dengan berbagai aroma dan
warna yang sangat indah sekali.
Sayang, petugas Perhutani dan
Pelindung Alam melarang kami
memetik anggrek tersebut.
Hampir setengah hari kami
berjalan naik turun bukit. Karena
saking lebatnya pepohonan,
sinar matahari tidak bisa
menerobos tubuh kami.
Sesampainya di bibir pantai,
kami segera memasang tenda,
karena hari memang telah
petang. Setelah itu, kami santai
menikmati petang dengan
minum kopi hangat dan makan
mie instant. Tiga jam kemudian,
malam tiba. Anak-anak ada yang
main kartu di dalam tenda, ada
juga yang memancing sambil
duduk-duduk di atas batu
karang.
Kebetulan sekali, malam itu
purnama bersinar sempurna.
Rasanya damai sekali berada di
tengah-tengah alam yang masih
asri.
Karena keadaan alamnya yang
demikian permai, kami betah
berkemah di lokasi pantai ini.
Namun, sewaktu memasuki
malam ketiga, aku mengalami
suatu keanehan yang sulit
diterima nalar.
Malam itu, sekitar pukul 12
malam, aku tidak bisa tidur.
Kulihat di sisi kiriku Arman,
tertidur dengan pulas. Kulihat
pula di sisi kananku Andi juga
tertidur ngorok.
Karena kesal sendirian, perlahan-
lahan aku keluar dari tenda.
Entah kenapa, betapa takjubnya
aku melihat pemandangan alam
dan air laut yang mengkilat
diterpa sinar rembulan.
Ya, malam itu aku berdiri
sendirian menghadap laut lepas.
Angin malam benar-benar terasa
segar dan tenang. Ombak pun
berdebur ramah, menghadirkan
irama alam yang menyegarkan
pikiran.
Namun, laut yang semula
tenang, tiba-tiba berubah
seperti mengamuk. Ombak
datang bergulung-gulung
menjilati pantai Bandealit,
disertai gemuruh angin semula
ramah namun kini berhembus
tak tentu arah.
Tapi yang jauh lebih aneh adalah
diriku. Entah bagaimana, aku
tidak merasa takut atau panic
dengan perubahan alam yang
sepertinya marah itu. Malahan,
aku tetap saja asyik duduk-
duduk menikmati kebesaran
Sang Pencipta Alam.
Dari jarak sekitar 100 meter,
kulihat tenda yang dihuni
teman-teman tidak ada yang
terbuka, pertanda semua
penghuninya masih tetap
tertidur pulas. Sementara itu,
gulungan ombak yang
menghempas pantai semakin
mengganas. Bahkan, tiba-tiba
suasana pantai jadi mendung
dan gelap. Tak ada sinar
purnama yang semula permai.
Sementara, cahaya yang nampak
di pantai itu hanya lampu listrik
baterai dari dalam tenda teman-
teman yang terlihat berkelap-
kelip di kejauhan.
Aku sendiri tidak tahu siapa saja
yang masih di pantai selain
diriku. Namun aku sendiri, saat
itu tidak memperdulikan hal itu.
Yang terpikirkan hanya
menikmati malam.
Deburan ombak pantai masih
terus bergulung-gulung seperti
alunan musik memecah
kesunyian malam. Ketika asyik
menikmati suasana sekitar,
mendadak aku dikejutkan oleh
suara yang sangat asing di
telingaku. Ya, suara itu seperti
langkah kuda yang menarik
kereta diiringi gemerincing
klintingan yang biasanya
menghiasi leher kuda.
Secara reflek, aku memalingkan
wajah ke arah laut lepas tempat
asal suara aneh itu muncul.
Kembali aku merasakan
keanehan. Wujud kereta dan
kuda tidak ada. Yang kulihat
hanya deburan ombak yang
menyapu pantai.
Setelah itu, kembali suasana
menjadi sunyi dan sepi.
Keheningan menyelimuti pantai
Bandealit.
Merasa tidak ada sesuatu yang
terjadi, aku kembali bermain air
dengan jari-jari kakiku. Namun,
belum sempat aku memanjakan
kakiku dengan air laut, lagi-lagi
aku dikejutkan dengan suara
yang sama. Bahkan kali ini, suara
tersebut semakin jelas. Suara
gemerincing klintingan sampai
terasa memekakkan telingaku.
Dengan perasaan berdebar-
debar, kuarahkan pandanganku
pada sumber suara itu datang.
Darahku seketika berdesir
diiringi detak jantung berdegup
cepat. Bagaimana tidak, kulihat
ada suatu keanehan yang
sepertinya muncul dari dasar
laut. Seberkas sinar yang sangat
menyilaukan mata menyemubul
di antara gelombang. Dan yang
lebih aneh, seperti ada sesuatu
di balik cahaya kemilau itu.
Sayangnya, belum sempat aku
melihat wujud apa sebenarnya
yang ada di balik sinar itu, aku
sudah jatuh pingsan. Yang
kulihat setelah itu, aku merasa
berada di atas kereta kuda
dengan pengendalinya seorang
wanita cantik, sementara itu
disamping kiri dan kananya ada
beberapa wanita yang
sepertinya turut menjagaku.
Aku berusaha berontak dan
berteriak, tapi aku tidak bisa
mengeluarkan suara. Hingga
akhirnya aku pasrah.
Tidak lama kemudian,
pemandangan yang kulihat
benar-benar membuatku
terpesona dan keheranan.
Kereta berhenti di suatu tempat
yang sangat terang dan indah.
Orang di sekelilingku hampir
semuanya wanita dengan
pakaian ala kerajaan. Ada juga
kaum lelaki, tetapi mereka selalu
di belakang para wanita itu, dan
mereka selalu siap menunggu
perintah.
Setelah lama berada di ruangan
yang sangat indah dan sulit
digambarkan itu, tiba-tiba
muncul seorang wanita
bermahkota. Sepetinya wanita
ini adalah pemimpin dari para
wanita yang membawaku.
Dengan tatapan matanya yang
tajam, namun kurasakan sejuk
saat beradu pandang, wanita itu
angkat bicara memberi tawaran
padaku.
“ Cah bagus, maukah kamu
menjadi suami dari anak-anakku
yang cantik-cantik itu? Kalau
kamu mau, aku siap memberikan
harta kekayaan yang melimpah
padamu. ”
Aku tdiak segera menjawabnya.
Memang, kulihat ada sekitar 10
wanita cantik yang duduk
berjajar di belakang wanita
bermahkota itu. Dan rasanya aku
tidak mungkin menikahi wanita-
wanita cantik itu sekaligus.
Dengan halus aku menolak
mentah-mentah permintaan
konyol itu.
Dalam benakku berkecamuk,
pikiran yang susah
diterjemahkan, karena aku masih
merasa sangat aneh. Meski
beberapa kali aku dibujuk agar
mau mengawani 10 wanita
cantik tersebut, aku tetap
bersikukuh dengan pendirianku.
Walaupun aku diiming-imingi
harta yang tiada tara jumlahnya.
Karena aku tetap menolak, tiba-
tiba aku ditendang, bahkan
kemudian dicambuk oleh
wanita-wanita cantik tadi. Yang
tak kalah aneh, kecantikan yang
semula terpancar di wajahnya
berubah seram. Tiba-tiba wajah
wanita-wanita cantik itu
mengeluarkan taring dan
sekujur tubuhnya bersisik
seperti ular.
Bau anyir dan tubuh berlendir
benar-benar membuatku mual.
Ya, wanita-wanita tadi telah
berubah menjadi ular berbisa
yang kemudian melilit sekujur
tubuhku. Pemimpin wanita tadi
juga telah berubah menjadi ular
bermahkota.
Aku berusaha untuk
menguatkan diri. Tidak lupa aku
berdoa dan menyebut asma
Allah SWT berkali-kali agar aku
bisa selamat dari marabahaya,
dan kembali pada keluargaku.
Hingga akhirnya aku jatuh
pingsan lagi.
Kejadian berikutnya, aku
ditemukan seorang nelayan
mengapung di tengah lautan
dengan pakaian yang sudah
compang-camping. Tapi,
anehnya sekujur tubuhku masih
utuh dan segar. Nelayan yang
belakangan aku ketahui
bernama Pak Dirjo ini rupanya
segera membawaku ke darat
dan menyerahkan jasadku pada
sesepuh Desa Bandealit.
Kabar tentang penemuan
jasadku benar-benar membuat
penduduk Desa Bandealit yang
hanya beberapa KK jumlahnya
itu jadi gempar. Begitu juga
dengan kedua orang tuaku yang
segera dihubungi oleh Polisi
setempat. Teman-teman yang
ikut pergi bertravelling juga
turut serta datang satu mobil
dengan kedua orangtuaku.
Kejadian ini benar-benar luar
biasa sekali. Sebab, bagaimana
mungkin jasadku tetap utuh bila
mengapung di tengah laut
selama satu minggu.
Ketika aku siuman dari tidur
panjang yang aneh itu, aku pun
benar-benar merasa takjub atas
kejadian ini. Bagaimana mungkin
aku bisa hidup mengapung di
atas air laut selama seminggu,
dan perasaan aku hanya
sebentar tertidur.
“ Kamu tidak usah bingung.
Dunia gaib dan alam nyata
memang sangat berbeda. Yang
patut kita syukuri sekarang,
kamu bisa kembali ke dunia ini
dengan selamat. Dan itulah
kebesaran Allah yang patut kita
syukuri,” kata sesepuh desa
Bandealit.
“ Lalu siapakah mereka yang
telah menyanderaku?”
“Mereka adalah penguasa laut
selatan, dan kamu telah
terdampar di kerajaan laut
selatan tersebut. ”
“Alhamdulillah, sekarang kamu
telah kembali ke dunia nyata.
Padahal Ibu dan ayahmu, juga
semua keluarga kita, telah
mengadakan tahlillan hari ke
tujuh, ” ucap Ibuku dengan
linangan air mata.
Aku tertegun dan menatap
kesedihan Ibu. Lalu aku memeluk
Ibu dengan hangat dan erat. Aku
berjanji dalam hati, tak akan
membuatnya was-was dan
khawatir lagi.
Sejak peristiwa itu, aku tidak lagi
senang pergi ke tempat yang
aneh-aneh. Apalagi, kini di
sampingku sudah ada wanita
cantik yang menjadi isteri
syahku, dan telah memberiku
seorang anak. Yang jelas, wanita
satu ini bukan wanita siluman
seperti di kerajaan laut selatan
dulu. Jadi, karena itulah aku
sangat mencintainya.
Source Kisah-kisah Mistis
By Majalah Misteri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar