Photobucket

Senin, 14 Februari 2011

SEJARAH ASAL-USUL KOTA JEPARA

Seperti dengan tepat
dikemukakan oleh C.
Lekkerkerker dalam
karangannya “ Javaansche
geographische namen als
splegels van de omgeving on de
denkwiizen van het volk
“ ( 1931 ), nama Jepara berasal
dari perkataan Ujungpara. Dari
perkataan ini kemudian muncul
perkataan Ujung Mara dan
Jumpara, yang kemudian
mengerut Jepara atau Japara.
Etimologis ini dikuatkan oleh
adanya beberapa nama tempat
dikawasan pesisir Jepara yang
menggunakan perkataan “ ujung
“. Nama-nama ini dengan jelas
terjumpai pada peta daerah
Jepara dalam buku Domine
Francois Valentijn yang
termasyhur “Beschrvving Van
Groot Djava, Ofte Java Major “
jilid IV yang diterbitkan pada
tahun 1726. Pada peta ini kita
dapat melihat tempat-tempat
bernama Ujung sawat, Ujung
Gat, ujung kalirang, Ujung jati,
Ujung Lamalang dan Ujung
Blindang.
Seperti halnya dalam bahasa
Indonesia, dalam bahasa Jawa
perkataan “ujung” dapat berarti
penjuru tanah atau daerah yang
memanjang. Sedangkan
perkataan “para” dalam bahasa
Jawa merupakan sebuah
perkataan yang berwajah arti,
diantaranya merupakan
kependekan dari perkataan
“ pepara” yang berarti
“bebakulan mrana-mrana”,
artinya pergi berdagang kesana
kemari.
Dengan demikian perkataan
Jepara dapat berarti sebuah
ujung tempat pemukiman para
pedagang yang berniaga ke
berbagai daerah, dalam hal ini
ada kemungkinan ke berbagai
daerah pedalaman di kawasan
kabupaten Jepara dan daerah
sekitarnya.
PENYEBUTAN NAMA-NAMA
JEPARA DALAM SUMBER-SUMBER
SEJARAH
Sangat menarik perhatian, dalam
sumber-sumber sejarah
Tiongkok mengenai Indonesia
dari abad ke-VI sampai abad ke-
XV yang telah dihimpun oleh
W.P. Groneveldt dan diterbitkan
pada tahun 1880 dengan judul “
Historical notes on Indonesia
and Malaysia complied from
Chinese Sourses ”, tidak kita
jumpai penyebutan nama kota
Jepara. Dari kenyataan ini dapat
ditarik kesimpulan, pada abad ke
– XV kota Jepara belum lahir
atau setidaknya belum
merupakan sebuah kota yang
berarti.
Kesimpulan ini cocok dengan
keterangan Tome Pires dalam
buku laporan perjalanannya
yang terkenal “Suma Oriental”.
Orang Portugis ini selama
beberapa bulan antara bulan
Maret sampai bulan Juni 1513
telah mengunjungi pantai utara
pulau Jawa mulai dari Cirebon
sampai Gresik, yang diakhirinya
dengan memborong rempah-
rempah. Perjalanan dilakukan
pada bulan Januari 1515 ia
berada di Malaka. Dan pada bulan
Januari 1515 membuat hasil
karya yang disebut “Suma
Oriental”. Tidak lam kemudian ia
kembali lagi ke Goa dan
selanjutnya pulang kembali ke
tanah airnya. Disnilah ia
menyelesaikan naskah “Suma
Oriental” nya yang membuat
terkenal namanya di kalangan
masyarakat sejarawan.
Keterangan Tome Pires
merupakan sumber sejarah
tertulis tertua mengenai Jepara.
Ia menyebut nama kepala negeri
Jepara Pati Unus. Ayahnya
seorang pedagang di Malaka
yang berhasil Berjaya dalam
perdagangannnya dengan pulau
Jawa. Ayah Pati Unus ini
kemudian menetap di Jepara.
Sekitar tahun 1470 ia menyuruh
membunuh patih Jepara. Lalu ia
pun menjadi baru di Jepara.
Menurut keterangan Tome Pires,
pada waktu itu kota Jepara
hanya mempunyai penduduk
antara 90 sampai 100 orang.
Betapapun, keterangan ini
benar-benar sangat menarik
perhatian. Dengan demikian, kita
dapat mengatakan, pada paro
kedua abad ke – XV kota Jepara
masih merupakan sebagai kota
yang belum berarti.
Sekalipun demikian, karena
lokasinya yang strategis, kota
Jepara yang kecil ini nampaknya
telah cukup dikenal orang. Dari
tempat ini para pedagang dapat
berniaga lebih jauh lagi ke
berbagai tempat di daerah
pedalaman. Oleh karena itulah
tempat ini kemudian disebut
Ujung Para atau Ujung Mara,
yang kemudian mengalami
“ verbastering” menjadi Jepara.
Disamping itu, kita juga dapat
memaklumi, jika Sunan Ngampel,
waktu pertama kali dating ke
pulau Jawa lebih dahulu
menjejakkan kakinya di Jepara.
Peristiwa ini dituturkan dalam
serat “Kandha edisi Brandes”.
Nama Jepara tampil kembali
dalam “Hikayat Hasanuddin”,
sebuah naskah sejarah berasal
dari Banten. Diceritakan, setelah
Pangeran Ampel Denta wafat,
putra putrinya telah pindah
bersama keluarganya. Nyai Gede
Pancuran pindah ke Jepara
bersama suaminya. Keduanya
bertempat tinggal di Kerang
Kemuning. Seorang putrid
pangeran Ampel Denta yang lain,
Nyai Pengguluh, pindah ke
Tuban. Nyai Gede Malaka pindah
ke Maloko. Setelah Nyai Gede
Malaka meninggal, suaminya
pindah ke Tuban. Pangeran
Bonang pergi ke Surabaya,
menjadi imam di tempat itu.
Tidak lama kemudian Pangeran
Bonag pindah ke Jepara bersama
kakaknya, Nyai Gede Pancuran.
Pangeran Kadarajat pindah ke
Cirebon, sedangkan saudaranya,
Kyai Gede Palembang, berguru
ke Syeh Nurullah.
Sealnjutnya dituturkan, tidak
lama setelah menjadi imam di
Demak, Makhdum Bonang – yang
dimaksud tentu saja Pangeran
Bonang alias Sunan Bonang –
pindah ke Jepara, berumah di
Karang Kemuning. Tidak lama
diantaranya rumah terbakar,
kitab-kitab juga ikut terbakar.
Kejadian itu membuat orang
geger. Kali Jaga, Lebai Yusup,
Lebai Hamzah dan semua
muridnya berdatangan, mau
memberikan pertolongan.
Namun, Sunan Bonang tidak
mau. Tak lama kemudian
Makhdum Bonang pindah ke
Bonang, kemudian pinddah lagi
ke Tuban. Beberapa waktu
kemudian wafat, dimakamkan
disebelah barat masjid Tuban.
Kisah naskah sejarah “Hikayat
Hasanuddin” ini sangat penting
artinya bagi penelitian kita
untuk mengetahui usia kota
Jepara. Diceritakan, Suanan
Bonang telah pindah dari
Surabaya ke Jepara setelah
Sunan Ngampel wafat. Menurut
naskah sejarah “Serat Babad
Gresik” koleksi museum Sono
Budoyo di Yogyakarta, Sunan
Ngampel wafat pada tahun
1397 Jawa yang jatu bertepatan
dengan 1475 Masehi. Ditandai
dengan candra sengkala
“ Pandhita Ngampel Lena Masjid”.
Titi mangsa ini tidak jauh
berbeda dengan keterangan
Wisellus dalam artikelnya
“ Historich onderzoek naar de
geestelijke en weredlijke
suprematis van Grisses op
Midden – en Oost – Java
Gedurende de 16e en 17e
eeuw ” (1876), yang
berdasarkan sebuah naskah
dengan judul yang sama –
“Babad Gresik” menuturkan,
Sunan Ngampel telah meninggal
pada tahun 1481 Masehi,
ditandai dengan candra sengkala
“ Ngulama Ngampel Lena Masjid”.
Kedua titi mangsa ini sangat
menarik perhatian kita.Menurut
Tome Pires, sekitar tahun 1470
kota Jepara telah berada di
bwah pemerintahan seorang
penguasa muslim, yakni ayah
Pati Unus. Tokoh ini berhasil
menarik banyak orang dan
membuat negerinya menjadi
besar. Dari keterangan ini tidak
berlebihan jika kiranya kita
menduga, kehadiran Sunan
Bonang di Jepara bukan mustahil
karena undangan ayah Pati
Unus.
Demikian juga halnya dengan
keberadaan Pangeran Ibrahim di
Karang Kemuning, Jepara,
“ pandita dari atas angin” dan
ipar Sunan Bonang, yang di
kalangan masyarakat Jepara
sangat terkenal karena
kesolehannya.
Kehadiran mereka berdua
memang sangat diperlukan
untuk menyiarkan agama Islam
di Jepara. Bahkan, bukannya
tidak beralasaan jika kita
menduga, karena kehadiran
mereka cukup banyak kaum
muslimin dai luar daerah dating
ke Jepara untuk belajar berbagai
macam ilmu agama. Penyebutan
Kalijaga sebagai murid Sunan
Bonang waktu waliullah ini
berada di Jepara, menguatkan
kesimpulan ini.
Dengan demikian dapat kita
kemukakan, kota Jepara baru
muncul sebagai kota yang
berarti pada akhir abad ke XV,
yakni pada masa pemerintahan
ayah Pati Unus, baik sebagai
pusat pemerintahan maupun
penyiaran agama islam. Konklusi
ini dikuatkan oleh hasil
penelitian pecahan-pecahan
keramik yang pernah dilakukan
oleh Van Orsov De Flines pada
tahun 1940 -1942 di listrik
( sekarang : kawedanan) Jepara.
Dari penelitian ini ternyata di
kota Jepara hanya terjumpai
fragmen-fragmen setengah
porselin dari daerah Fukien asal
abad ke – XVI dan dari “celadon”
yang berasal dari satu sampai
dua abad lebih tua. Sedangkan
kea rah selatan yakni di
kawasan
“ onderdistrict” (sekarang:
Kecamatan) Kedung, hasil hasil
ini tidak terjumpai sama sekali.
Di kawan tersebut hanya di
jumpai fragmen-fragmen dari
abad ke-XVIII dan ke – XIX,
itupun sangat jarang. Oleh
karenanya, mengikuti pendapat
Van Orsoy De Flines, kita dapat
menyatakan, kawasan ini
merupakan sebuah tempat
pemukiman yang masih sangat
muda dan untuk pertama
kalinya mulai didiami oleh sedikit
generasi.
PERKEMBANGAN KOTA JEPARA
1.PERANAN ARYA TIMUR
Kota Jepara untuk pertama
kalinya mengalami
perkembanganpesat pada masa
pemerintahan Pate Unus. Jika
pada sekitar tahun 1470 kota
Jepara merupakan sebuah kota
yang tidak berarti dan hanya
memiliki penduduk antara 90
sampai 100 orang, setelah ayah
Pate Unus memegang tampuk
pemerintahan menggantikan
kedudukan patih Jepara,
penguasa baru ini telah berhasi
menarik banyak orang dan
memperluas wilayahnya sampa
ketanah seberang, yakni sampai
ke daerah Banka , Tanjungpura,
Pulau “Laue” dan sejumlah pulau
lainya. Demikian keterangan
selanjutnya mengatakan, ayah
Pate Unus telah berhasil
membuat negerinya menjadi
negeri yang besar. Di samping
itu, Tome Pires juga memujinya
sebagai raja Jawa yang paling
terkenal karena kekuatannya
dan pergaulannya yang baik
dengan rakyatnya. Bahkan,
Tome Pires menyebut ayah Pate
Unus hamper sebesar raja
Demak, Sekalipun Jepara berada
di bawah Demak, yang
mempunyai lebih banyak
penduduk dan negari.
Pada waktu itu Jepara telah
berhasil mempunyai kedudukan
yang baik dalam lintas
perdagangan Nusantara. Dengan
terus terang Tome Pires
mengakui, Kota jepara ini
mempunyai sebuah teluk
dengan sebuah pelabuhan yang
indah. Di depan pelabuhan
terdapat tiga pulau seperti pulau
Upeh di muara sungai malaka.
Kapal- Kapal terbesar dapat
memasukinya.
Tome pires juga memuji
pelabuhan jepara sebagai
pelabuhan yang paling baik dari
sekian banyak pelabuhan yang
pernah di ceritakannya dan
berada dalam keadaan yang
paling baik. Setiap orang yang
akanpergi ke Jawa dan Maluku
akan singgah di Jepara.
2. PENYERANGAN KE MALAKA
Pada tahun1511 Gubernur
Portugis di India Alfonso de
Albuquerque, berhasil
menduduki Malaka kota Bandar
di Semenanjung Malaya yang
menjadi mata rantai
perdagangan dengan Nusantara.
Situasi ini sangat meggangu
pada Pate Unus yang menjadi
penguasa di Jepara sejak tahun
1507 pada usia tujuh
menggantikan ayahnya, dan
untuk melawan portugis, Pate
Unus berusaha melengkapi
armadanya dengan bantuan
Palembang. Armada ini terdiri
tanggal 1 januari 1513, namun
serangan yang di lancarkannya
gagal total, Pate Unus mengalami
kerugian berat. Dari lebih kurang
100 buah kapal yang di
bawahnya, hanya sekitar tujuh
atau delapan buah saja berhasil
kembali dengan selamat si
negerinya Jepara. Kapal- kapal
lainya telah terbakar, tenggelam
atau di rampas orang Portugis.
Lebih kurang seribu orang anak
buahnya telah tewas terbunuh
dan lebih banyal lagi yang
tertangkap musuh.
Waktu itu Pate Unus berusia dua
puluh lima tahun.
Serangannya, sekalipun gagal,
jelas merupakan refleksi
kejayaan jepara dan gelora
semagat kepahlawanan rakyat
Jepara, sekaligus symbol
semangat patriotic menentang
penjajah dari seorang
negarawanan muda usia.
Sekalipun Pate Unus mengalami
kekelahan, namun ia toh tetap
merasa malu. Bahkan
sebaliknya , ia justru masih
dapat merasakan kebanggaan.
Ia memerintahkan kapal jung
yangpernah di pakai di pantai
Jepara sebagi memori bagi
dirinya. Demikian di katakana
penulis portugis Joao de Barros
dalam buku yang terkenal “ Da
Asia”(1553). Bahkan menurut
seseorang Portugis lain Damlao
de Goes dalam hasil karyanya “
Kronik raja D.Manoel”(1566-
1567), “ Pateonuz” telah
memerintahkan meletakkan
kapal perangnyaitu di pantai
Jepara dan sekaligus
menundunginya dengan sebuah
pendopo (“ cobrir de hua
alpndorada”)
Pate Unus memang benar- benar
bangga dengan serangan yang
pernah di lakukannya.
Castanheda, seorang penilis
Portugis yang lain lagi, dalam
sebuah bukunya yang di
terbitkan pada tahun 1552
dengan lebih merinci
menerangkan, motivasi perintah
Pate Unus untuk meletakkan
kapal perang di pantai Jepara
tidak lain agar “ pada waktu
orng- orng lain dating
mengunjunginya dan menghibur
keseduhannya hatinya berkenan
dengan kakalahanya, ia dapat
mengatakan, bahwa ia lebih
berani dari mereka, oleh karena
dalam perlalanan ia telah
memperoloh banyak kemuliaan,
sebab telah berperang dengan
bangsa yang paling berani di
dunia. Dan telah meperbaiki
kapak jungnya, yang selalu ia
simpan sebagai tanda kesaksian
dari kemuliaaannya, yang sangat
sedemikian di junjung tinggi
masih membicarakan perbuatan
ini ……….
3. IDENTIFIKASI PATE UNUS.
Siapa sebenarnya tokoh Pate
unus yang gagah berani itu?
Mmenurut ome Pires, kaka Pate
Unus berasal dari kalangan
bawah (“home trabaljador”) dan
bersal dari Kalimantan Barat
Daya. Dari tempat ini merantau
ke malaka untuk mengadu nasib
“ dengan bekal kebansawanan
yang sangat sedokit dan uang
yang lebih sedikit lagi ” ( “ may
pouca fidallgula emenos
fazemda “ ).
Anehnya , tokoh Pate Unus yang
demikian popular di kalangan
penulis sejarah Portugis ini tidak
tersebut namanya dalam sumber
– sumber sejarah pribumi.
Demikian juga keberaniannya
menyerang orang Portugis di
Malaka. Kenyataan ini telah
mendorong beberapa orang
sejrawan mencoba mencari
identifikasi tokoh sejarah ini
dengan tokoh- tokoh kerajaan
Demak dalm sumber- sumber
sejarah pribumi.
Sejarah pertama yang mencoba
melakukan pelacakan ini ialah
Dr.G.Rouffaer. Dalam
karangannya “ Wanneer is
Majdapahit gevallen Het tijdperk
van godsdienstvergang (1400-
1600 ) in de Maleische Archipel
“ ( 1899) ia telah menjumbuhkan
tokoh pate Unus ini dengan
Pangeran Sabrang Lor dalam
sumber – sumber sejarah asli.
Kesimpulan ini di peroleh setelah
mengamati dua hal, yakni nama
Pangeran sabrang Lord an masa
pemerintaannya yang sngat
singkat. Mengenai yang pertama
Dr.Rouffaer mengatakan, bahwa
“ Pangeran, yang sejarahnya
memakai pantai seberang
sebelah utara “ – demikianlah
orang dapat menerjemahkannya
dengan lebih merinci- dan paling
tidak sama baiknya dengan
Pangeran, yang dating dari
pantai sebeang ” atau sesuatu
yang semacam itu, dengan sngat
kuatnya menginginkan
kitakepada Pate unus yang
untuk memperingatikekalahan
yang termasyuhur waktu
menyerang Malaka, yakni di
pantai seberang sebelah urata,
telah meletakkan kapal jungnya
yang rusak di pantai Jepara, di
bawah sebuah pendopo, sebagai
sesuatu sanjak perang yang
abadi. Dan mengenai “ Pangeran
dari tanah seberang utara” yang
hanta dua, paling tinggi tiga
tahun memerintah, dengan
kuatnya telah kembali
mengingatkan kita kepada Pate
unus yang pada tahun 1521
telah meniggal sebagai raja
Demak dan Panakluk Madjapahit,
namun pada tahun 1515 dengan
sangat bersahaja masih
merupakan Pate Unus.
Namun kesimpulan Dr.Rouffaer
sama sekali meleset.
Dalam hasil karyanya bersama
mereka “ De Eerste Moslimse
Vorstendommen Op Java,
Studien Over de Staatkundige
van de 15de en 15de Eeuw
“ (1974) , Dr.H.J.De Graaf dan
Dr.Th.G.Th.Pigeaud dengan tegas
menyatakan, “ Kesaksian
musafir Portugis – yang di
maksud Tome Pires -. Yang
sejaman dan ada kemungkinan
pernah melihat baik raja ketiga
di Demak maupun raja Jepara,
menimbulkan keberatan pada
diri kami menerima pendapat
pate Rodim Yang Tua dan Pate
unus orang yang sama.
Kedua penulis sejarah itu juga
tidak lupa mengingatkan, waktu
mengemukakan dugaan,
Dr.Rouffaer belum mengenal
buku “ Suma Oriental”. . yang
dengan tegas menyatakan
bahwa Pate Unus.
Kesimpulan yang bias di tarik di
seluruh penjelasan di atas adalah
Tokoh pate unus sebagai
Penguasa di Jepara ternyata
bukan Pangeran Sabrang Lor
Putra aden Patah yang menjadi
Sultan Demak II pada tahun
1501 sampai dengan 1504, hal
ini akan di uraikan lebih lanjut
pada bab berikutnya.
Sumber : Perpustakaan daerah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar