Photobucket

Rabu, 09 Februari 2011

MISTERI PULAU MERUNDANG

Bagi
kapal-kapal yang akan
sandar di Pelabuhan
Pontianak, kemungkinan
besar akan melewati pulau
ini. Ya, pulau Merundang!
Konon, pulau ini dihuni oleh
hantu. Benarkah? Berikut
kesaksian salah seorang ABK
kapal kargo yang pernah
mengalami kejadian sangat
aneh sekaitan dengan pulau
Marundang …
Selepas Maghrib, kapal kargo
Ratu Rosali meninggalkan
pelabuhan Pontianak. Sesuai
rencana, kapal ini akan berlayar
menuju negeri jiran, Malaysia.
Kapal yang sarat muatan ini
berlayar tenang meninggalkan
Dermaga Teluk Air, tempat Ratu
Rosli sebelumnya ditambatkan.
Senja itu, cuaca cukup cerah.
Sesuai dengan ramalan cuaca
yang diinformasikan oleh
pelabuhan, hari itu ombak laut
memang akan jinak, tanpa
gejolak berarti.
Pulau demi pulau dilalui Ratu
Rosli tanpa rintangan. Namun, di
tengah perjalanan, tiba-tiba
mesin kapal mengalami
kerusakan. Kapal berhenti,
terombang-ambing ditengah
laut. Karena kerusakan mesin
tidak dapat diperbaiki dengan
cepat, maka tak ada pilihan lain.
Ratu Rosli terpaksa buang
jangkar.
Bila kapal mengalami kerusakan,
sebagai bagian dari kru kapal,
tentunya akupun ikut panic.
Terlebih kapten kapal kargo
yang akrab disapa Pak Chief itu.
Maklum saja, keterlambatan akan
menimbulkan komplain dari
pemilik barang. Mereka tak
pernah mau mengerti bila kapal
tiba ditujuan. Bahkan akan jadi
boomerang bagi pemilik kapal,
sebab kepercayaan pelanggan
ternodai.
Ternyata mesin kapal mengalami
kerusakan fatal. Kruk as patah
dan tak bisa difungsikan lagi.
Sementara onderdil cadangan
tidak ada.
Karena keadaan ini, keesokan
harinya, Pak Chief terpaksa
kembali ke Pontianak dengan
menumpang kapal nelayan yang
kebetulan akan pulang.
Tak ada yang mesti dikerjakan
selama Pak Chief berada di darat.
Para ABK menghambur-
hamburkan waktu percuma,
atau paling-paling memancing
cumi-cumi.
Pemandangan laut yang
menoton memang membuatku
jenuh. Akhirnya aku beranjak
masuk ke dek. Anehnya, malam
itu aku gelisah. Setiap ruang
sepertinya tidak membuatku
nyaman. Berdiri salah, duduk
apalagi.
Setelah cukup lama berbaring di
kamar, rasa kantuk pun
menyerang. Beberapa saat
kemudian aku terlelap.Dan, entah
berapa lama aku tertidur, tiba-
tiba seorang wanita hadir dalam
mimpiku. Bibirnya yang padat
berisi itu menyunggingkan
senyuman yang begitu
mempesona.
Wanita cantik itu mengenakan
gaun malam warna perak.
Langkahnya gemulai, anggun
bak peragawati di atas cat walk.
Lekuk tubuhnya, amboi, indah
sekali!
Sesekali dia menebar pandang ke
seantero ruangan. Dan sesekali
pula dia melirik genit kepadaku.
Sesaat kemudian dia
menghentikan langkahnya.
Berdiri mematung dekat jendela
yang memang sengaja dibiarkan
terbuka. Rambut panjangnya
terurai menutupi leher
jenjangnya, melayang-layang liar
dipermaikan angin yang
berhembus semilir.
Sebagai seorang pelaut yang
jarang bertemu perempuan, apa
perempuan secantik dirinya,
maka aku pun langsung tersihir
oleh kecantikannya. Jantungku
berdebar tak beraturan. Betapa
ingin aku menyapanya, namun
lidahku terasa kelu.
Entah berapa lama pandanganku
tetap menancap padanya.
Bidadari itu belum juga beranjak
dari jendela. Namun, seketika
rasa takjubku berubah menjadi
takut. Entah mengapa,
perempuan itu menatapku
dengan tajam, dengan sorot
matanya yang penuh dengan
bara kebencian. Tatapannya
berubah nanar, persis singa
betina lapar yang ingin
menerkam mangsanya. Sangat
mengerikan!
Seolah tak peduli pada
ketakutanku, perempuan itu
merentangkan kedua tangannya
yang dipenuhi bulu-bulu halus.
Ya, dia sepertinya ingin terbang
ke luar jendela. Tapi, tidak!
Secepat kilat dia malah
menghampiriku dan langsung
mendekapku.
Dalam dekapanya, aku sulit
bergerak. Nafasku tercekat.
Anehnya, tubuh wanita cantik
ini berbau seperti kemenyan.
Sangat menyengat. Aku
meronta, berusaha melepaskan
diri. Lalu aku berteriak keras.
“ Lepaskan aku! Tolooong…!”
Anehnya lagi, kenapa Very,
teman sekamarku tidak lekas
membantuku? Padahal posisinya
tepat di sisiku. Bahkan tubuh
kami nyaris bersentuhan diatas
dipan untuk dua orang ABK.
Kalau pun akhirnya ia bangun
lebih dulu, mungkin karena
mendengar gumam tak jelas,
atau tersenggol tubuhku yang
bergerak tak terkendali.
“ Hei..Man bangun!” teriaknya
sambil mengguncangkan
tubuhku.
Aku tersentak, dan kembali ke
alam nyata. Spontan aku amat
lega terlepas dari beban
menyiksa dari mimpi yang
menakutkan itu.
Very menyeringai melihatku
masih ketakutan. Dia juga
tampak tegang. “Mimpi seram
ya, Man?” Tanyanya. Dia
mengingatkanku agar membaca
Bismillah sebelum tidur,
kemudian memberiku segelas air
mineral.
“ Mimpinya aneh,” ujarku setelah
menenggak air mineral sampai
habis.
“ Memangnya mimpi apaan sih,
sampai kamu berteriak-teriak
seperti orang sekarat ?” tanya
Veri.
“ Menyenangkan tapi
menakutkan Ver. Seram!”
jawabku, Lalu kuceritakan isi
mimpiku.
“ Berarti makhluk itu penghuni
pulau Marundang? Mengapa
baru sekarang? Padahal sudah
seminggu kita lego jangkar di
sini, ” ujar Very setelah
mendengar ceritaku, sambil
mengernyitkan dahinya,
Aku memang baru mendengar
apa yang disebut Veri sebagai
Pulau Marundang itu. Anehnya,
nama pulau ini sepertinya
berhubungan dengan wanita
yang hadir dalam mimpiku.
Selepas mimpi itu, aku memang
sulit memejamkan mata. Bahkan,
sekitar pukul tiga dini hari,
melalu jendela, aku menerawang
ke kejauhan. Samar-samar pulau
yang terletak antara Indonesia
dan Malaysia itu tampak
diselimuti kabut, terkesan
angker. Tiba-tiba bayangan
sosok wanita itu kembali
mengusikku. Bukan kecantikan
atau senyumnya, melainkan
sorot matanya yang
menakutkan. Hih, bulu kudukku
berdiri.
“ Sudahlah, lupakan saja, Man!
Mimpi kan hanya bunga tidur.
Jangan terlalu dipikirkan kalau
kau selalu mengingatnya, nanti
kesurupan lho !” Very menepuk
bahuku.
Dua hari kemudian,
kekhawatiran Very terjadi.
Menjelang sore, aku merasakan
perubahan yang aneh. Sosok
wanita itu kembali mengusik
ketenganku. Sudah kupaksakan
agar bayangannya enyah dari
ingatanku, tetapi tak bisa.
Apa yang terjadi selanjutnya
menimpa diriku? Semuanya
diceritakan oleh Very, karena
aku memang sama sekali tidak
menyadarinya. Beginilah
kisahnya …:
Setiba dari Pontianak, Pak Chief
kaget mendengar suara gaduh
dari kamarku. Dia penasaran,
karena selama ini belum pernah
melihatku bikin ulah. Mendapati
aku dirubungi para ABK, karuan
Pak Chief keheranan. Saat itu,
aku bukanlah diriku lagi.
Rupanya, makhluk itu telah
menguasaiku.
Pak Chief, juga teman-temanku
ABK yang lain, ketakutan
melihatku terus cekikikan,
dengan mata melotot sambil
menceracau tak jelas. Pak Chief
berusaha menenangkanku.
“ Siapa kau ini, laki-laki atau
perempuan?” tanyanya.
Sementara itu, para ABK saling
berpandangan, penuh harap
menunggu jawaban. Mereka
ketakutan saatku pelototi
bergantian.
Bukan jawaban yang didapatkan
didapatkan dari mulutku yang
kerasukan itu. Menurut cerita
Very, aku malah menampar
keras pipi kiri Pak Chef.
Sontak saja lelaki bertubuh
gempal ini jadi berang. Lima ABK
yang mendapat perintah
langsung darinya segera
memegangi tangan dan kakiku.
Namun, mereka kewalahan,
sebab aku terus berontak
dengan tenaga kuat luar biasa.
Merasa khawatir akan
keselamatanku, takut aku
mencebur diri ke laut misalnya,
atas perintah Pak Chief,
kemudian aku diikat pada pilar
di tengah ruangan. Ikatannya
sangat kuat, dengan
menggunakan tali sebesar jari
kelingking orang dewasa.
Kata Very, aku memang tak bisa
berkutik lagi. Tubuhku langsung
terkulai menyatu dengan pilar
itu. Suasana kapal pun berubah
tenang, dengan demikian para
ABK, khususnya bagian mesin
bisa lebih berkonsentrasi
memperbaiki kerusakan mesin.
Keputusan Pak Chief memang
kejam, namun tepat. Hal itu
merupakan wujud dari
tanggung jawabnya sebagai
pemimpin. “Sebelum sadarkan
diri, jangan lepaskan tali ini.
Tolong awasi dia !” katanya
dengan tegas, seperti yang
ditirukan Very.
Sejurus kemudian, Pak Chief
pergi menuju ruangan mesin.
Dua orang petugas juru mesin
mengaku kewalahan, sebab baru
kali ini mereka menghadapi
kerusakan fatal. Butuh
kesabaran ekstra memasang
kembali truk as ke dalam mesin.
Apalagi onderdilnya masih baru.
Akhirnya, mesin selesai
diperbaiki. Anehnya, di saat
bersamaan, aku yang semula
kerasukan kembali siuman. Pak
Chief girang melihatku.
“ Sudah sadar kau rupanya?”
candanya sembari mengucek-
ucek rambutku.
Setelah mesin berhasil
dihidupkan dan jangkar ditarik
ke haluan, Ratu Rosali pun siap
melaju kembali meneruskan
pelayaran yang tertunda. Karena
truk asnya diganti, kapal melaju
lebih kencang dari biasanya,
yakni dengan kecepatan 12 mil/
jam.
Meskipun aku telah sadar,
namun ternyata Pak Chief masih
merisaukan keselamatanku.
Buktinya, sepanjang perjalanan
aku selalu diawasinya. Rupanya,
dia khawatir kalau tiba-tiba
makhluk itu kembali merasuki
tubuhku.
Syukurlah, tak ada kejadian aneh
hingga kami sampai di tujuan.
Usai bongkar muatan, selama 15
hari di pelabuhan Malaysia, kami
kembali berlayar menuju
Lampung. Aku tak sabar ingin
secepatnya tiba disana. Aku
yakin, Marni pasti menantikan
kedatanganku yang sudah
terlambat lama. Dia wanita
sederhana pedagang kopi
keliling di pelabuhan. Setiap
awak kapal yang bersandar di
Lampung, tentu mengenalnya.
Bersamanya, aku berharap
hidupku lebih berwarna lagi.
Pada saat pelayaran menuju
lampang, suatu malam aku
sendirian di kamar. Asyik, aku
bebas berfantasi tanpa ada
yang mengganggu. Aku
membayangkan Marni, agar bisa
melupakan sosok makhluk jahat
itu. Tapi, ya Tuhan, beberapa jam
kemudian, aku kembali
mendapatkan teror!
Entah dari mana datangnya,
tiba-tiba sosok mengerikan itu
sudah berdiri di hadapanku. Dia
menampakkan wujudnya yang
sangat menyeramkan. Persis Mak
Lampir. Gaun malamnya tetap
berwarna perak, namun
wajahnya tak cantik lagi.
Aku takut setengah mati.
Sekujur tubuhku lemas. Ingin
berteriak, tapi bibir rasanya
terkunci. Ingin lari keluar dari
kamar pun tak bisa.
Akhirnya, dengan tubuh
gemetar, aku hanya pasrah. Di
saat ketakutanku tak tertahan
lagi, tiba-tiba dia menghilang.
Aku lantas menghambur ke luar
kamar, ke ruangan Pak Chief.
Aku menemukan ketenangan
dan merasa aman. Setidaknya,
ada hiburan sementara
menunggu pagi. Pak Chief cukup
bijak, mengizinkan aku nonton
DVD sesukaku di kamarnya.
Kapal bersandar di Lampung
pada malam hari. Aku betul-betul
kasmaran. Setelah pamit pada
Pak Chief, aku menemui Marni
yang rumahnya tidak seberapa
jauh dari pelabuhan. Gadis
sederhan itu amat antusias
mendengarkan kejadian aneh
yang kualami.
Beberapa saat kami terdiam.
Marni menatapku. Entah apa
yang dia pikirkan. Kemudian dia
memecah kesunyian.
“ Sebaiknya , istirahat saja dulu
kerja di laut, Kak. Makhluk itu
berbahaya! Siapa tahu dia minta
korban. Tapi saya hanya
menyarankan. Tidak memaksa,
lho !” bibir gadis itu bergetar.
Giliran aku diam kebingungan.
Mana yang harus kupilih? Masih
dua pulau lagi yang akan
kusinggahi. Kalau diteruskan,
aku akan terus-terusan diteror
makhluk sialan itu. Aku tak ingin
berlama-lama dalam
kebimbangan.
Karena yakin, rasa takut itu
berasal dari diriku sendiri, maka
kuputuskan meneruskan
pelayaran ke pulau Bangka.
Keinginan mengundurkan diri
kutangguhkan sampai tiba di
rute terakhir. Ya, kembali ke
Pontianak. Dengan begitu, paling
tidak aku bangga akan diriku.
Setidaknya aku bukan pelaut
pengecut.
Selama bersandar di pulau
Bangka, tak ada kejadian aneh.
Mungkin makhluk itu telah lupa
dan bosan mengusik
ketenanganku. Atau mungkin
dia sudah berselingkuh dengan
ABK lain? Segala sesuatu berjalan
wajar hingga selesai bongkar
muatan. Setelah itu, pelayaran
dilanjutkan menuju Ketapang.
Pagi cerah, laut masih berkabut,
sewaktu kapal bertolak
meninggalkan pelabuhan
Bangka.
Sebagai seorang pelaut aku tahu
persis kalau sedari dulu pulau
Ketapang memang terkenal
nuansa mistinya. Sering
kudengar cerita teman yang
melihat penampakkan di
pelabuhan. Tapi, aku cenderung
mengabaikannya.
Tiga hari berlalu, aman di
Ketapang. Pak Chief gembira
melihatku kembali ceria dan
membaur sesama ABK. Seperinya
biasanya, kami bersenda gurau
melepas penat usai kerja
bongkar muatan.
Namun, sungguh aneh, di tengah
keceriaan itu, tiba-tiba sekelebat
bayangan kembali melintas
dalam benakku. Bayangan
wanita bergaun perak itu. Tapi,
segera kutepis dan langsung
mengingat Marni. Demikian
kulakukan berulang-ulang kali,
sehingga pikiran dan
perasaanku mulai ngelantur.
Semula aku beranggapan,
mustahil makhluk itu kembali
mendatangiku lagi karena jarak
Marundang – Ketapang
terlampau jauh. Tapi nyatanya,
dia terus mengikuti dan kembali
bereaksi. Kali ini kejadiannya
sangat aneh.
Malam itu, hujan masih
menyisakan gerimis. Suasana
pelabuhan Ketapang tampak
lengng. Biasanya, bila cuaca
cerah, warga setempat selalu
datang meramaikan pelabuhan.
Disana-sini biasanya terlihat
pasangan memadu kasih, duduk
santai di dermaga sambil
mengobral janji-janji manisnya.
Tapi, malam itu suasana sepi
sekali. Bahkan, sebagian
temanku pasti sudah terlelap.
Aku belum mengantuk. Aneh,
perasaanku serasa sangat galau.
Resah. Kusibuk kandiri dengan
mempertimbangkan keputusan
terbaik setelah tiba di Pontianak
nanti. Berhenti kerja di laut, tapi
apa yang bisa aku lakukan?
Sementara aku tak punya
pengalaman kerja di darat?
Angin bertiup kencang dan rasa
dingin semakin menggigit.
Sebagai perokok kronik, di saat
cuaca dingin, aku sangat
membutuhkannya. Sial, rokokku
tak satu pun tersisa. Aku
beringsut ke kamar sebelah.
Begitu pintu terkuak, kulihat
temanku sudah pulas meringkuk.
Rasanya sungkan
membangunkan tidurnya. Siapa
tahu, mungkin dia tengah mimpi
indah.
Kemudian aku langsung meraih
sebungkus rokok yang
tergeletak di atas meja.
Kunyalakan korek api lalu
menyulut sebatang. Begitu
melangkah ingin meninggalkan
kamar, tiba-tiba ada yang
menyentuh pundakku. Spontan
bulu kudukku meremang.
Ya, Tuhan! Makhluk itu muncul
dari kehampaan. Dia tiba-tiba
saja sudah berdiri dengan
berkacak pinggang
menghadangkan di bibir pintu.
Tubuhnya yang langsing itu
masih mengenakan gaun malam
berwarna perak. Bibirnya
tersenyum sinis dengan sorot
mata melotot tajam.
Tanpa kuasa menolak, aku
mengikuti langkah wanita itu
ketika dia menuntun lenganku
pergi meninggalkan kapal. Hanya
itu terakhir yang kuingat di
ambang batas kesadaranku.
Rupanya, tak seorang ABK pun
tahu bahwa aku kembali
dirasuki dan pergi bersama
sosok perempuan misteri itu ke
alamnya. Ya, suatu tempat yang
sulit diketahui di mana letak
persisnya. Sebuah tempat yang
sangat asing bagiku, dan bagi
siapa pun juga. Mungkin bukan
di alam nyata. Yang pasti,
panorama alamnya begitu indah
dilatari sederetan pohon
rindang.
Anehnya, selama dalam
pengembaraan itu, yang
kurasakan bukannya malam hari,
tetapi suatu sore saat matahari
akan tenggelam. Cuaca redup
menyejukkan. Seluas mata
memandang, yang kulihat
hanyalah hamparan
pemandangan menakjubkan.
Setelah cukup lama berjalan,
akupun merasa lelah. Aku
mengajaknya duduk di tepi
sebuah telaga. Wanita itu berdiri
membelakangiku. Sementara aku
tak berkedip memandangi ikan-
ikan beraneka warna yang terus
berenang berseliwaran di dalam
telaga yang sangat bening.
Karena kelelahan, aku bersandar
pada pokok pohon mati ditepi
telaga itu. Tak lama kemudian,
makhluk itu melirikku sekilas, lalu
pergi tanpa bicara sepatah
katapun.
Yang tak kalah aneh, saat
terjaga, aku berada buritan
kapal. Dengan gugup, aku segera
berlari meninggalkan lokasi ini.
Waktu itu pagi sudah tiba. Saat
masuk kamar, kulihat Very
belum juga bangun.
Pagi itu, perasaanku tak
menentu. Aku merenung,
mengenang perjalanan yang
kutelusuri di luar kesadaranku.
Sementara. Ratu Rosali bertolak
meninggalkan pelabuhan
Ketapang.
Selama dalam pelayaran menuju
Pontianak, sengaja aku pindah
kamar. Temanku tak keberatan
bertukar kamar yang kuanggap
sial itu.
“Dengan senang hati aku akan
tidur di kamarmu. Jika nasib lagi
mujur, siapa tahu makhluk itu
hadir dalam mimpiku nanti.
Kemudian memberi angka jitu.
Lalu aku kaya mendadak jadi
jutawan, ” ujar Idham, temanku,
dengan gayanya yang jenaka.
Setelah bertukar kamar dengan
Idham, kukira wanita gaib itu
tak lagi mengusikku. Namun,
kenyataannya dia terus
mengikuti kemana pun aku
pindah, bahkan ke mana pun
kapal berlayar. Aku tak bisa
mendeteksi keberadaannya aku
karena tak punya kemampuan
supranatural.
Di kamar yang baru, aku
beranjak tidur dengan perasaan
sedikit lega. Biarlah temanku
yang didatangi makhluk gaib itu.
Tapi, apa yang terjadi? Tiba-tiba
dia muncul lagi dalam mimpiku.
Kulihat dia tampak beringas,
sepertin ingin menelanku hidup-
hidup. Jelas terdengar saat
wanita itu bicara begini,
“ Namaku Tukiyem. Aku minta
disediakan kambing putih.”
Bahkan, dia mengancam akan
terus meneror ABK Ratu Rosali
sebelum keinginannya
dikabulkan. Aku hanya melongo
terdiam. Hanya bisa mendengar,
ingin bicara, tapi tak terucapkan.
Mimpi malam itu makin
membulatkan tekadku untuk
mengundurkan diri. Aku tak
harus takut tidak akan bisa
mendapatkan pekerjaan di darat.
Bukankah tersedia banyak
pilihan dalam hidup? Jika mau
berusaha, selalu ada jalan,
demikian pikirku.
Bila tak ada peluang di daratan,
apa salahnya kembali bekerja di
laut. Tak harus kapal kargo Ratu
Rosali yang berhantu ini.
Setelah selesai bongkar muatan
di pelabuhan Pontianak,
malamnya aku menemui Pak
Chief di kamarnya. Dengan tegas
kusampaikan keputusanku.
Mendengar itu, dia menyipitkan
mata. Mungkin sulit memahami
alasan pengunduran diriku yang
begitu mendadak. Tapi, dia
merasa tidak berhak
menghalangi niatku.
Sebelum pergi meninggalkan
kapal, aku harus menceritakan
mimpiku semalam. Salah besar
jika kupendam sendiri. Demi
keselamatan seisi kapal, apa
salahnya memenuhi permintaan
makhluk itu.
Sepertinya Pak Chief tak
mempercayai kata-kataku. Dia
mengangap makhluk gaib jenis
apapun hanyalah tahyul belaka.
Tak mengapa. Yang penting aku
lega, sebab mimpi yang
membebani pikiranku itu telah
kuceritakan padanya.
Sebulan kemudian, Ratu Rosali
kembali berlayar ke Malaysia.
Sebelum kapal bertolak, aku
menemui Very dan menanyakan
tentang kambing putih
permintaan makhluk itu. Tapi
jawabannya, “Pak Chief
mengabaikan itu!”
Aku membatin, ABK siapa lagi
yang akan diteror wanita sialan
itu nanti?
Sementara belum mendapat
pekerjaan, aku menghabiskan
hati-hariku di pelabuhan. Kadang
ikut melaut dengan perahu
nelayan. Berangkat pagi mencari
ikan, sore harinya kembali ke
daratan.
Waktu terus berlalu, Senin pagi,
tiba-tiba aku dikejutkan oleh
kedatangan kapal nelayan yang
membawa Pak Chief bersama 10
ABK Ratu Rosali. Kapal nelayan
itu menyelamatkan mereka saat
terapung di tengah laut, tak jauh
dari pulau Marundang.
Menurut Very, yang kutemui
dalam keadaan shock, saat
melintasi lautan pulau
Marundang, kapal kembali
mengalami kerusakan. Baling-
baling kemudi patah tanpa
sebab. Ketika itulah tiba-tiba
angin bertiup kencang dari dua
arah, barat dan barat laut,
membangkitkan ombak setinggi
5 meter.
Ratu Rosali terombang-ambing
tanpa daya. Akhirnya, suatu
tamparan ombak yang begitu
dahsyat menenggelamkannya.
Tamatlah riwayat kapal kargo
itu ….
Mendengar cerita Veri, seketika
sosok makhluk itu berkelebat
dalam benakku. Adakah
hubungan kecelakaan itu
dengan sikap sombong Pak
Chief, yang tak mau memberikan
kambing putih pada sosok
perempuan gaib yang mengaku
bernama Tukiyem itu?
Wallahu ’alam. Hanya Allah SWT
yang mengetahui rahasia
hikmah di balik setiap musibah.
Source Kisah-kisah Mistis
By Majalah Misteri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar