Photobucket

Sabtu, 26 Februari 2011

KISAH KISAH INSAN YANG SHOLEH

Pada zaman Nabi Muhammad
SAW, ada seorang pemuda
bermata biru, rambutnya merah,
pundaknya lapang panjang,
berpenampilan cukup tampan,
kulitnya kemerah-merahan,
dagunya menempel di dada
selalu melihat pada tempat
sujudnya, tangan kanannya
menumpang pada tangan
kirinya, ahli membaca Al Qur’an
dan menangis, pakaiannya
hanya dua helai sudah kusut
yang satu untuk penutup badan
dan yang satunya untuk
selendangan, tiada orang yang
menghiraukan, tak dikenal oleh
penduduk bumi akan tetapi
sangat terkenal di langit. Dia, jika
bersumpah demi Allah pasti
terkabul. Pada hari kiamat nanti
ketika semua ahli ibadah
dipanggil disuruh masuk surga,
dia justru dipanggil agar
berhenti dahulu dan disuruh
memberi syafa’at, ternyata Allah
memberi izin dia untuk memberi
syafa’at sejumlah qobilah
Robi’ah dan qobilah Mudhor,
semua dimasukkan surga tak
ada yang ketinggalan
karenanya. Dia adalah “Uwais al-
Qarni”. Ia tak dikenal banyak
orang dan juga miskin, banyak
orang suka menertawakan,
mengolok-olok, dan
menuduhnya sebagai tukang
membujuk, tukang mencuri serta
berbagai macam umpatan dan
penghinaan lainnya.
Seorang fuqoha’ negeri Kuffah,
karena ingin duduk dengannya,
memberinya hadiah dua helai
pakaian, tapi tak berhasil dengan
baik, karena hadiah pakaian tadi
diterima lalu dikembalikan lagi
olehnya seraya berkata : “Aku
khawatir, nanti sebagian orang
menuduh aku, dari mana kamu
dapatkan pakaian itu, kalau tidak
dari membujuk pasti dari
mencuri”. Pemuda dari Yaman ini
telah lama menjadi yatim, tak
punya sanak famili kecuali
hanya ibunya yang telah tua
renta dan lumpuh. Hanya
penglihatan kabur yang masih
tersisa. Untuk mencukupi
kehidupannya sehari-hari, Uwais
bekerja sebagai penggembala
kambing. Upah yang
diterimanya hanya cukup untuk
sekedar menopang
kesehariannya bersama Sang
ibu, bila ada kelebihan, ia
pergunakan untuk membantu
tetangganya yang hidup miskin
dan serba kekurangan seperti
keadaannya.
Kesibukannya sebagai
penggembala domba dan
merawat ibunya yang lumpuh
dan buta, tidak mempengaruhi
kegigihan ibadahnya, ia tetap
melakukan puasa di siang hari
dan bermunajat di malam
harinya Uwais al-Qarni telah
memeluk Islam pada masa negeri
Yaman mendengar seruan Nabi
Muhammad SAW. yang telah
mengetuk pintu hati mereka
untuk menyembah Allah, Tuhan
Yang Maha Esa, yang tak ada
sekutu bagi-Nya. Islam mendidik
setiap pemeluknya agar
berakhlak luhur. Peraturan-
peraturan yang terdapat di
dalamnya sangat menarik hati
Uwais, sehingga setelah seruan
Islam datang di negeri Yaman, ia
segera memeluknya, karena
selama ini hati Uwais selalu
merindukan datangnya
kebenaran. Banyak tetangganya
yang telah memeluk Islam, pergi
ke Madinah untuk
mendengarkan ajaran Nabi
Muhammad SAW secara
langsung. Sekembalinya di
Yaman, mereka memperbarui
rumah tangga mereka dengan
cara kehidupan Islam. Alangkah
sedihnya hati Uwais setiap
melihat tetangganya yang baru
datang dari Madinah. Mereka itu
telah “bertamu dan bertemu”
dengan kekasih Allah penghulu
para Nabi, sedang ia sendiri
belum.
Kecintaannya kepada Rasulullah
menumbuhkan kerinduan yang
kuat untuk bertemu dengan
sang kekasih, tapi apalah daya ia
tak punya bekal yang cukup
untuk ke Madinah, dan yang
lebih ia beratkan adalah sang ibu
yang jika ia pergi, tak ada yang
merawatnya Di ceritakan ketika
terjadi perang Uhud Rasulullah
SAW mendapat cedera dan
giginya patah karena dilempari
batu oleh musuh-musuhnya.
Kabar ini akhirnya terdengar
oleh Uwais. Ia segera memukul
giginya dengan batu hingga
patah. Hal tersebut dilakukan
sebagai bukti kecintaannya
kepada beliau SAW, sekalipun ia
belum pernah melihatnya.
Hari berganti dan musim berlalu,
dan kerinduan yang tak
terbendung membuat hasrat
untuk bertemu tak dapat
dipendam lagi. Uwais
merenungkan diri dan bertanya
dalam hati, kapankah ia dapat
menziarahi Nabinya dan
memandang wajah beliau dari
dekat ? Tapi, bukankah ia
mempunyai ibu yang sangat
membutuhkan perawatannya
dan tak tega ditingalkan sendiri,
hatinya selalu gelisah siang dan
malam menahan kerinduan
untuk berjumpa. Akhirnya, pada
suatu hari Uwais mendekati
ibunya, mengeluarkan isi
hatinya dan memohon izin
kepada ibunya agar
diperkenankan pergi menziarahi
Nabi SAW di Madinah. Sang ibu,
walaupun telah uzur, merasa
terharu ketika mendengar
permohonan anaknya. Beliau
memaklumi perasaan Uwais, dan
berkata : “Pergilah wahai
anakku ! temuilah Nabi di
rumahnya. Dan bila telah
berjumpa, segeralah engkau
kembali pulang”. Dengan rasa
gembira ia berkemas untuk
berangkat dan tak lupa
menyiapkan keperluan ibunya
yang akan ditinggalkan serta
berpesan kepada tetangganya
agar dapat menemani ibunya
selama ia pergi. Sesudah
berpamitan sambil menciumi
sang ibu, berangkatlah Uwais
menuju Madinah yang berjarak
kurang lebih empat ratus
kilometer dari Yaman. Medan
yang begitu ganas dilaluinya, tak
peduli penyamun gurun pasir,
bukit yang curam, gurun pasir
yang luas yang dapat
menyesatkan dan begitu panas
di siang hari, serta begitu dingin
di malam hari, semuanya dilalui
demi bertemu dan dapat
memandang sepuas-puasnya
paras baginda Nabi SAW yang
selama ini dirindukannya.
Tibalah Uwais al-Qarni di kota
Madinah. Segera ia menuju ke
rumah Nabi SAW, diketuknya
pintu rumah itu sambil
mengucapkan salam. Keluarlah
sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil
menjawab salam Uwais. Segera
saja Uwais menanyakan Nabi
yang ingin dijumpainya. Namun
ternyata beliau SAW tidak
berada di rumah melainkan
berada di medan perang. Betapa
kecewa hati sang perindu, dari
jauh ingin berjumpa tetapi yang
dirindukannya tak berada di
rumah. Dalam hatinya bergolak
perasaan ingin menunggu
kedatangan Nabi SAW dari
medan perang. Tapi, kapankah
beliau pulang ? Sedangkan masih
terngiang di telinga pesan
ibunya yang sudah tua dan
sakit-sakitan itu, agar ia cepat
pulang ke Yaman,” Engkau harus
lekas pulang”. Karena ketaatan
kepada ibunya, pesan ibunya
tersebut telah mengalahkan
suara hati dan kemauannya
untuk menunggu dan berjumpa
dengan Nabi SAW. Ia akhirnya
dengan terpaksa mohon pamit
kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a.
untuk segera pulang ke
negerinya. Dia hanya menitipkan
salamnya untuk Nabi SAW dan
melangkah pulang dengan
perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi
SAW langsung menanyakan
tentang kedatangan orang yang
mencarinya. Nabi Muhammad
SAW menjelaskan bahwa Uwais
al-Qarni adalah anak yang taat
kepada ibunya. Ia adalah
penghuni langit (sangat terkenal
di langit). Mendengar perkataan
baginda Rosulullah SAW,
sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para
sahabatnya tertegun. Menurut
informasi sayyidatina ‘Aisyah
r.a., memang benar ada yang
mencari Nabi SAW dan segera
pulang kembali ke Yaman,
karena ibunya sudah tua dan
sakit-sakitan sehingga ia tidak
dapat meninggalkan ibunya
terlalu lama.
Rosulullah SAW bersabda :
“Kalau kalian ingin berjumpa
dengan dia (Uwais al-Qarni),
perhatikanlah, ia mempunyai
tanda putih di tengah-tengah
telapak tangannya.” Sesudah itu
beliau SAW, memandang kepada
sayyidina Ali k.w. dan sayyidina
Umar r.a. dan bersabda : “Suatu
ketika, apabila kalian bertemu
dengan dia, mintalah do’a dan
istighfarnya, dia adalah
penghuni langit dan bukan
penghuni bumi”.
Tahun terus berjalan, dan tak
lama kemudian Nabi SAW wafat,
hingga kekhalifahan sayyidina
Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah
di estafetkan Khalifah Umar r.a.
Suatu ketika, khalifah Umar
teringat akan sabda Nabi SAW.
tentang Uwais al-Qarni, sang
penghuni langit. Beliau segera
mengingatkan kepada sayyidina
Ali k.w. untuk mencarinya
bersama. Sejak itu, setiap ada
kafilah yang datang dari Yaman,
beliau berdua selalu
menanyakan tentang Uwais al-
Qorni, apakah ia turut bersama
mereka. Diantara kafilah-kafilah
itu ada yang merasa heran,
apakah sebenarnya yang terjadi
sampai-sampai ia dicari oleh
beliau berdua.
Rombongan kafilah dari Yaman
menuju Syam silih berganti,
membawa barang dagangan
mereka. Suatu ketika, Uwais al-
Qorni turut bersama rombongan
kafilah menuju kota Madinah.
Melihat ada rombongan kafilah
yang datang dari Yaman, segera
khalifah Umar r.a. dan sayyidina
Ali k.w. mendatangi mereka dan
menanyakan apakah Uwais
turut bersama mereka.
Rombongan itu mengatakan
bahwa ia ada bersama mereka
dan sedang menjaga unta-unta
mereka di perbatasan kota.
Mendengar jawaban itu, beliau
berdua bergegas pergi menemui
Uwais al-Qorni. Sesampainya di
kemah tempat Uwais berada,
Khalifah Umar r.a. dan sayyidina
Ali k.w. memberi salam. Namun
rupanya Uwais sedang
melaksanakan sholat. Setelah
mengakhiri shalatnya, Uwais
menjawab salam kedua tamu
agung tersebut sambil
bersalaman. Sewaktu berjabatan,
Khalifah Umar segera
membalikkan tangan Uwais,
untuk membuktikan kebenaran
tanda putih yang berada
ditelapak tangan Uwais,
sebagaimana pernah disabdakan
oleh baginda Nabi SAW. Memang
benar ! Dia penghuni langit. Dan
ditanya Uwais oleh kedua tamu
tersebut, siapakah nama
saudara ? “Abdullah”, jawab
Uwais. Mendengar jawaban itu,
kedua sahabatpun tertawa dan
mengatakan : “Kami juga
Abdullah, yakni hamba Allah.
Tapi siapakah namamu yang
sebenarnya ?” Uwais kemudian
berkata: “Nama saya Uwais al-
Qorni”.
Dalam pembicaraan mereka,
diketahuilah bahwa ibu Uwais
telah meninggal dunia. Itulah
sebabnya, ia baru dapat turut
bersama rombongan kafilah
dagang saat itu. Akhirnya,
Khalifah Umar dan Ali k.w.
memohon agar Uwais berkenan
mendo’akan untuk mereka.
Uwais enggan dan dia berkata
kepada khalifah: “Sayalah yang
harus meminta do’a kepada
kalian”. Mendengar perkataan
Uwais, Khalifah berkata: “Kami
datang ke sini untuk mohon do’a
dan istighfar dari anda”. Karena
desakan kedua sahabat ini,
Uwais al-Qorni akhirnya
mengangkat kedua tangannya,
berdo’a dan membacakan
istighfar. Setelah itu Khalifah
Umar r.a. berjanji untuk
menyumbangkan uang negara
dari Baitul Mal kepada Uwais,
untuk jaminan hidupnya. Segera
saja Uwais menolak dengan
halus dengan berkata : “Hamba
mohon supaya hari ini saja
hamba diketahui orang. Untuk
hari-hari selanjutnya, biarlah
hamba yang fakir ini tidak
diketahui orang lagi.
Setelah kejadian itu, nama Uwais
kembali tenggelam tak
terdengar beritanya. Tapi ada
seorang lelaki pernah bertemu
dan di tolong oleh Uwais , waktu
itu kami sedang berada di atas
kapal menuju tanah Arab
bersama para pedagang, tanpa
disangka-sangka angin topan
berhembus dengan kencang.
Akibatnya hempasan ombak
menghantam kapal kami
sehingga air laut masuk ke
dalam kapal dan menyebabkan
kapal semakin berat. Pada saat
itu, kami melihat seorang laki-
laki yang mengenakan selimut
berbulu di pojok kapal yang
kami tumpangi, lalu kami
memanggilnya. Lelaki itu keluar
dari kapal dan melakukan sholat
di atas air. Betapa terkejutnya
kami melihat kejadian itu.
“Wahai waliyullah,” Tolonglah
kami !” tetapi lelaki itu tidak
menoleh. Lalu kami berseru lagi,”
Demi Zat yang telah memberimu
kekuatan beribadah, tolonglah
kami!”Lelaki itu menoleh kepada
kami dan berkata: “Apa yang
terjadi ?” “Tidakkah engkau
melihat bahwa kapal dihembus
angin dan dihantam
ombak ?”tanya kami.
“Dekatkanlah diri kalian pada
Allah ! ”katanya. “Kami telah
melakukannya.” “Keluarlah kalian
dari kapal dengan membaca
bismillahirrohmaanirrohiim!”
Kami pun keluar dari kapal satu
persatu dan berkumpul di dekat
itu. Pada saat itu jumlah kami
lima ratus jiwa lebih. Sungguh
ajaib, kami semua tidak
tenggelam, sedangkan perahu
kami berikut isinya tenggelam
ke dasar laut. Lalu orang itu
berkata pada kami ,”Tak apalah
harta kalian menjadi korban
asalkan kalian semua selamat”.
“Demi Allah, kami ingin tahu,
siapakah nama Tuan ? ”Tanya
kami. “Uwais al-Qorni”.
Jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi
kepadanya, ”Sesungguhnya
harta yang ada di kapal tersebut
adalah milik orang-orang fakir di
Madinah yang dikirim oleh orang
Mesir.” “Jika Allah
mengembalikan harta kalian.
Apakah kalian akan membagi-
bagikannya kepada orang-orang
fakir di Madinah?”
tanyanya.“Ya,”jawab kami.
Orang itu pun melaksanakan
sholat dua rakaat di atas air, lalu
berdo’a. Setelah Uwais al-Qorni
mengucap salam, tiba-tiba kapal
itu muncul ke permukaan air, lalu
kami menumpanginya dan
meneruskan perjalanan.
Setibanya di Madinah, kami
membagi-bagikan seluruh harta
kepada orang-orang fakir di
Madinah, tidak satupun yang
tertinggal.
Beberapa waktu kemudian,
tersiar kabar kalau Uwais al-
Qorni telah pulang ke
rahmatullah. Anehnya, pada saat
dia akan dimandikan tiba-tiba
sudah banyak orang yang
berebutan untuk
memandikannya. Dan ketika
dibawa ke tempat pembaringan
untuk dikafani, di sana sudah
ada orang-orang yang
menunggu untuk
mengkafaninya. Demikian pula
ketika orang pergi hendak
menggali kuburnya. Di sana
ternyata sudah ada orang-orang
yang menggali kuburnya hingga
selesai. Ketika usungan dibawa
menuju ke pekuburan, luar biasa
banyaknya orang yang
berebutan untuk
mengusungnya. Dan Syeikh
Abdullah bin Salamah
menjelaskan, “ketika aku ikut
mengurusi jenazahnya hingga
aku pulang dari mengantarkan
jenazahnya, lalu aku bermaksud
untuk kembali ke tempat
penguburannya guna memberi
tanda pada kuburannya, akan
tetapi sudah tak terlihat ada
bekas kuburannya. (Syeikh
Abdullah bin Salamah adalah
orang yang pernah ikut
berperang bersama Uwais al-
Qorni pada masa pemerintahan
sayyidina Umar r.a.)
Meninggalnya Uwais al-Qorni
telah menggemparkan
masyarakat kota Yaman. Banyak
terjadi hal-hal yang amat
mengherankan. Sedemikian
banyaknya orang yang tak
dikenal berdatangan untuk
mengurus jenazah dan
pemakamannya, padahal Uwais
adalah seorang fakir yang tak
dihiraukan orang. Sejak ia
dimandikan sampai ketika
jenazahnya hendak diturunkan
ke dalam kubur, di situ selalu ada
orang-orang yang telah siap
melaksanakannya terlebih
dahulu. Penduduk kota Yaman
tercengang. Mereka saling
bertanya-tanya : “Siapakah
sebenarnya engkau wahai
Uwais al-Qorni ? Bukankah
Uwais yang kita kenal, hanyalah
seorang fakir yang tak memiliki
apa-apa, yang kerjanya hanyalah
sebagai penggembala domba
dan unta ? Tapi, ketika hari
wafatmu, engkau telah
menggemparkan penduduk
Yaman dengan hadirnya
manusia-manusia asing yang
tidak pernah kami kenal. Mereka
datang dalam jumlah sedemikian
banyaknya. Agaknya mereka
adalah para malaikat yang di
turunkan ke bumi, hanya untuk
mengurus jenazah dan
pemakamannya. Baru saat itulah
penduduk Yaman
mengetahuinya siapa “Uwais al-
Qorni” ternyata ia tak terkenal di
bumi tapi menjadi terkenal di
langit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar