Photobucket

Jumat, 14 Januari 2011

MENGUAK MISTERI MAKAM ISI ULANG

Meski sudah tujuh tahun
dikebumikan, namun jasad dan
kafan almarhum Ustadz H.
Muqim masih utuh. Bahkan ada
juga yang melihat almarhum
turut menyalatkan jenazah sang
ibunda yang wafat tiga pekan
jelang Ramadhan silam.
Karena penyediaan lahan
pemakaman di Jakarta sangat
terbatas, maka pihak pengelola
taman pemakaman umum (TPU)
memberi kelonggaran kepada
warga dengan membolehkan
melakukan pemakaman dengan
cara ditumpuk atau
ditumpangkan ke makam salah
satu anggota keluarganya yang
dimakamkan di pekuburan itu,
alias isi ulang.
Hal demikian juga dialami H.
Darsun. Tiga pekan menjelang
Ramadhan silam (24 Juli 2010),
dia ditinggal istri tercinta untuk
selamanya, yakni' Suminah, yang
juga ibu kandung almarhum
Ustadz H. Muqim Sumarno
(wafat 1 Desember 2003).
Lantaran lahan pemakaman di
TPU Rawa Wadas. Pondok
Kelapa, Jakarta Timur, sudah
penuh maka H. Darsun
memutuskan untuk
memakamkan jenazah
almarhumah Suminah di makam
salah satu putranya, yaitu H.
Muqim.
Dan situlah muncul kabar bahwa
jenazah dan kain kafan
almarhum Ustadz H. Muqim yang
dikebumikan tujuh tahun silam,
masih utuh. Peristiwa tersebut
diketahui H. Darsun setelah salah
satu keponakannya yang tinggal
dekat dengan TPU itu
menanyakan apakah almarhum
Ustadz Muqim hafidz (hafal) Al
Quran?
Menurut penuturan H. Darsun,
almarhum putranya itu tidak
seperti yang dimaksud (hafidz
Al
Quraan). "Kalau memang
jenazahnya masih utuh, ya,ini
kekuasaan Allah,” jelas Ayahanda
H. Muqim di kediamannya,
Pondok Kopi, Jaktim, beberapa
waktu lalu.
Peristiwa itu menggelitik Aham
untuk menelusuri beberapa
sumber yang mengetahui sepak
terjang almarhum Ustadz H.
Muqim semasa hidupnya. Ustadz
Abdul Ghofur meski tidak turut
ke pemakaman, ketika
dikonfirmasi di kediamannya,
meyakini peristiwa tersebut.
Menurutnya, saat Suminah
wafat dia ditugasi H. Darsun
untuk mengimami salat jenazah
bagi almathumah. Kata Pak Dul,
demikian ia biasa disapa, setelah
takbir pertama, dia melihat di
samping kanan ada sosok pria
berjubah putih turut
menyalatkan jenazah
almarhumah Suminah.
"Saat takbir kedua, orang
berjubah putih yang berada di
samping pun ikut takbir, cuma
tidak bersuara. Tapi, begitu saya
melirik ke wajah orang berjubah
putih itu, Yaa Sajiyidii Yaa
Rasulallah! Ternyata dia adalah
(almarhum) Pak Muqim," kata
Pak Dul sontak sesenggukan.
Dia menambahkan, ada
keterangan bahwa bagi orang
yang hafidz Al Quran, saat
meninggal jenazahnya tidak
akan hancur dimakan bumi.
"Secara syariat memang seperti
Itu. Tapi kalau Pak Muqim ini, dia
sudah memperoleh kemuliaan
Rasulullah SAW'' katanya.
Penyantun Anak Yatim
Kalau tidak boleh dikatakan
semua, hampir seluruh sahabat
almarhum Ustadz H. Muqim tidak
menyangsikan ke-tawadhu ’-
annya. Dia selalu menunduk.
Kalau dia sedang bercengkrama,
bapak tiga anak itu -Khusnatun
Nihayah, Anniqotuzzahro dan
Ahmad Mubarok-, jarang terlihat
menatap lawan bicaranya.
Bukan cuma wajah yang
ditundukkan almarhum, tapi
juga hatinya.
Bahkan, menurut keterangan
sumber, saat beliau menjabat
Ketua Yayasan Perjuangan
Wahidiyah (YPW) Jaktim dan
ditunjuk selaku ketua panitia
Mujahadah Nisfussanah. di
Masjid At-Tiin TMII, sempat
menangis ketika teman-teman
panitia memberi penghormatan
dengan membubuhkan gelar
kyai. Kilah almarhum kala itu,
dirinya bukan kyai.
Di samping itu, almarhum Ustadz
H. Muqim adalah orang yang
sangat bersyukur ditakdirkan
Allah sebagai pengamal
Wahidiyah. "Tapi saya sering
khawatir apakah Wahidiyah
masih terus kita pegang sampai
akhir hayat kita?" kata
almarhum kepada Aham dalam
sebuah perbincangan kala itu.
Kesalehan almarhum bukan
cuma diketahui di kalangan
pengamal Wahidiyah. H.
Rohmatulloh, pengelola salah
satu Madrasah Ibtidaiyah (MI) di
Malaka, Jaktim, tempat Ustadz H.
Muqim mengajar, pun
mengakuinya. Perihal tersebut
diungkap H. Rohmat, begitu dia
disapa, tatkala memberi
sambutan pada upacara
pelepasan jenazah almarhum di
sebuah masjid di Pondok Kopi,
tujuh tahun lalu.
"Menurut saya untuk mencari
seribu orang yang lebih pintar
dari Ustadz Muqim, itu gampang.
Tapi kalau mencari orang bener
seperti almarhum, saya rasa sulit
sekali," terang H. Rohmat di
hadapan para pelayat yang
hendak turut menyalatkan
jenazah.
Yang luar biasa dari almarhum,
masih kata H. Rohmat, ialah
perhatiannya kepada anak
yatim. Dia menambahkan,
seandainya honor (gaji) dari
madrasah yang diberikan tiap
bulan langsung dibawa
semuanya oleh almarhum Ustadz
Muqim ke rumah, menurutnya
tidak bakal cukup untuk
menutupi kebutuhan
keluarganya.
"Tapi karena dia tahu saya
merawat anak yatim, maka
sebelum dibawa ke rumah
amplop tersebut dia sobek dan
dia sisihkan buat anak yatim
saya," ungkapnya sesaat
sebelum jenazah almarhum
dibawa menuju pemakaman.
Istri mendiang Ustadz Muqim, Sri
Nurul Komariah saat ditelisik
membenarkan sikap suaminya
itu, Menurutnya, sekalipun untuk
keluarga masih kurang, tapi
kalau ada orang yang meminta
untuk anak yatim, selalu ada
saja. "Kalau bapaknya masih ada,
(dia) tidak mau masalah ini
diceritakan," tutur ibu tiga anak
itu seraya menyeka air mata.
Dia menyebutkan, beberapa :
waktu sebelum wafat,
almarhum juga pernah mengajak
beberapa temannya untuk ikut
urunan membiayai anak yatim
dari salah satu sahabatnya. "Tapi
keburu Allah memanggilnya,"
tambah Bu Muqim, begitu dia
kerap disapa. ,
Menurut Aisyah, adik kandung
almarhum, beberapa saat
sebelum H. Muqim
menghembuskan nafas terakhir,
Nihayah, putri sulungnya
melihat almarhum berjalan
didampingi Romo KH. Abdul Latif
Majid RA dan Mbah KH. Abdul
Majid Ma'ruf, muallif Shalawat
Wahidiyah QS wa RA.
Tergantung Amal
Menurut keterangan Roji dan
Hasan yang berprofesi sebagai
tukang gali dan perawatan
makam di TPU Rawa Wadas itu,
kondisi dan prosesi pemakaman
jenazah itu, biasanya bisa dilihat
dari bagaimana amal dan
perbuatan yang bersangkutan
semasa hidup.
Kedua orang yang mengaku ikut
menggali makam ustadz H.
Muqim untuk pemakaman
almarhumah Ruminah itu,
mengaku mudah mengayunkan
mata cangkul ke arah makam.
"Tidak sampai satu jam sudah
kelar," aku Roji. Hasan
menambahkan, itu bukan karena
di situ memang sudah ada
jenazahnya, tapi memang
kebetulan gampang. "Soalnya
banyak juga kuburan yang
ditumpangi, keras waktu digali,"
ujarnya.
Tatkala disinggung soal
keberadaan jenazah almarhum H.
Muqim, Roji menyebutkan
kondisinya memang masih utuh,
tidak berantakan. "Bahkan kain
kafannya juga masih bersih,"
ungkapnya. Meski begitu dia
tidak berani memastikan apakah
jenazahnya masih utuh atau
tidak, karena mereka segera
menata kembali posisi jenazah
almarhum Ustadz Muqim.
Soal membongkar makam, Hasan
ternyata menyimpan banyak
pengalaman. Mulai membongkar
makam nonmuslim hingga
makam seorang kyai pernah ia ,
lakukan. Diungkap Hasan saat
sebagian pemakaman yang
letaknya tidak jauh dari TPU
Rawa Wadas kena proyek Banjir
Kanal Timur (BKT), dia ikut
membongkar makam seorang
kyai. Menurut penuturannya
kyai tersebut adalah orang yang
membangun masjid yang juga
ikut tergusur proyek BKT.
Kata Hasan, saat makam kyai
dibongkar, jenazahnya sudah
menjadi tulang belulang.
Sedangkan yang masih kelihatan
utuh cuma sorban yang melilit di
kerangka kepala. Di bagian perut,
lanjutnya, ada gumpalan sebesar
helm seperti karang.
"Menurut saya, itu isi perut yang
sudah keras menjadi karang,"
kata Hasan. Kendati begitu
diakui Hasan bahwa
pendapatnya tadi memang
berbeda dengan penilaian salah
satu cucu kyai yang makamnya
dibongkar itu. Karena, menurut
sang cucu kyai, benda tersebut
adalah sarang rayap. Al
Dikutip dari : Majalah Aham Edisi
92/Th.X/Dzulhijjah 1431 terbitan
Yayasan Perjuangan Wahidiyah
dan Pondok Pesantren Kedunglo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar